Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Membincang Perimbangan Antara Fasilitas Keselamatan dan Biaya Tarif Jalan Tol

6 November 2021   23:55 Diperbarui: 7 November 2021   08:46 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi angka kecelakaan disebabkan oleh Pengemudi (Sumber: BPS)

Setiap fasilitas yang disediakan negara, selalu saja ada tuntutan dari masyarakat pengguna. Apapun. 

Saya ambil contoh, di rest area ataupun di ruang publik disediakan toilet umum. Ketika kita membayar biaya kebersihan, otomatis kita menuntut kebersihan toilet. 

Mungkin contoh ini juga berlaku bagi fasilitas jalan tol yang disediakan pemerintah. Secara otomatis, pengguna jalan tol menuntut fasilitas jalan tol itu menjamin jalur perjalanan yang lebih cepat. 

Apakah itu saja cukup? Bagaimana dengan tuntutan terhadap fasilitas keselamatan? Fasilitas itu juga sudah disediakan oleh pemerintah. 

Fasilitas keamanan di jalan tol, senantiasa diperhatikan oleh pemerintah (baca: pengelola), demi menjamin keselamatan, keamanan dan kenyamanan pengguna jalan tol. 

Dikutip dari www.mobil123.com, sebagai contoh Jalan Tol Cipali. Astra Tol Cipali menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan pengembangan agar ruas tol Cipali semakin aman untuk dilalui.

Fasilitas keselamatan yang disediakan mulai dari memasang pembatas jalan yang biasa disebut wire rope. 

Hingga memasang marka speed reducer yang berfungsi sebagai marka peringatan bagi pengguna jalan agar tetap fokus dan waspada saat berkendara. 

Namun, menghitung perimbangan antara fasilitas keselamatan dengan biaya retribusi yang harus dibayar pengguna jalan, tidak bisa semata-mata didasarkan perhitungan matematis. Pasalnya, bicara keselamatan juga ditentukan atau tergantung si pengguna jalan itu sendiri.

Prinsip kehati-hatian dari pengguna, juga menjadi bagian dari kalkulasi keselamatan.

Termasuk kedisiplinan memperhatikan kondisi kendaraan yang digunakan, tanpa mengesampingkan nasib atau ajal menjemput. 

Tapi hukum kausalitas tetap berlaku di sini. Semakin hati-hati pengguna jalan tol, akan lebih aman berkendaraan.

Saya miris mendengar cerita dari keluarga saya, saat mereka sedang melakukan perjalanan dari daerah Jawa Tengah ke Wilayah Jabodetabek.

Selama dua jam perjalanan, katanya ada tujuh kasus kecelakaan di ruas jalan tol. Tujuh kecelakaan selama dua jam? Tentu ini angka statistik kecelakaan yang sangat tinggi. 

Apa yang sebenarnya menyebabkan tingginya angka kecelakaan di jalan tol? Apakah fasilitas keselamatan yang kurang memadai atau kurangnya kehati-hatian para pengguna jalan tol?

Bagi saya, jalan tol sendiri adalah fasilitas untuk memperoleh jalur cepat, lalu mengapa pengguna jalan tol, mesti melaju lebih cepat lagi kendaraannya? Ini sebuah bentuk euforia berkendaraan, menurut saya. 

Namun apakah, kecelakaan di jalan tol, semata-mata dikarenakan ketidak hati-hatian pengguna jalan? Soal ini juga tak bisa begitu saja dijawab. 

Namun dua faktor ini memang menentukan; faktor fasilitas keselamatan dan juga kehati-hatian pengguna jalan tol. 

Tol Layang Jakarta-Cikampek(PT Jasa Marga (Persero) Tbk via properti.kompas.com)
Tol Layang Jakarta-Cikampek(PT Jasa Marga (Persero) Tbk via properti.kompas.com)

Data Badan Pusat Statitisk (BPS) menyebutkan sepanjang tahun 2020, angka kecelakaan berdasarkan Indikator Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Tol per ruas Jalan, terdapat 534 kasus. 

Dengan rincian, ruas jalan tol Jakarta-Tangerang, 87 kasus. Ruas jalan Tol, Jakarta - Cikampek, 276 kasus dan ruas jalan tol  Cawang-Tomang-Cengkareng, 66 kasus. 

Meski demikian, angka BPS menyebutkan, dari 7 indikator kecelakaan, rata-rata tingginya kecelakaan disebabkan oleh pengemudi atau pengguna (lihat di sini).

Sebagai contoh, saya kutip untuk kasus kecelakaan jalan tol tahun 2020, seperti dalam grafik di bawah ini:

Ilustrasi angka kecelakaan disebabkan oleh Pengemudi (Sumber: BPS)
Ilustrasi angka kecelakaan disebabkan oleh Pengemudi (Sumber: BPS)

Lihat grafik di atas. Angka kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi atau pengguna, menjadi penyebab angka tertinggi, yakni sekitar 439 kasus dan 89 faktor kendaraan, sepanjang tahun 2020 untuk ketiga ruas jalan tol seperti yang sudah disebut di atas. 

Sedangkan faktor lingkungan hanya 6 kasus. Faktor lingkungan, di sini tidak spesifik. Apakah fasilitas keselamatan termasuk yang dimaksud dalam faktor lingkungan? 

Menurut saya, data perimbangan faktor internal (pengguna dan kondisi kendaraan) dan faktor eksternal (lingkungan) perlu diteliti dan dikaji lagi. 

Jika faktor lingkungan yang dimaksud termasuk di dalamnya fasilitas keselamatan, maka tingginya kecelakaan di jalan tol, tidak bisa kita mengarahkan jari telunjuk tentang kesalahan dan kelalaian kepada pengelola jalan tol.  

Tapi benarkah, tingginya angka kecelakaan di jalan tol, utamanya disebabkan oleh faktor internal pengguna jalan dan kondisi kendaraannya? 

Rasanya kita perlu melihatnya dengan lebih kritis sekaligus cermat, jika faktor internal menjadi penyebab utama tingginya angka kecelakaan. 

Namun angka statistik, bahwa lingkungan jalan termasuk di dalamnya fasilitas keselamatan merupakan faktor penyebab kecelakaan dengan angka yang rendah, kiranya masih perlu lebih dicermati lagi

Lalu, faktor lingkungan yang dimaksud data BPS itu seperti apa? Apakah fasilitas keselamatan tidak termasuk di dalamnya? Lingkungan jalan yang dimaksud, secara otomatis terkait dengan soalan ini. 

Berbagai fasilitas di jalan tol, otomatis merupakan bagian yang dimaksudkan sebagai lingkungan jalan tol. Bahkan termasuk dalam faktor ini, salah satunya keberadaan rest area. 

Jadi lingkungan jalan tol, juga termasuk di dalamnya adalah fasilitas keselamatan. Fasilitas keselamatan jalan tentu saja banyak macamnya. 

Dari mulai rambu-rambu, marka jalan, hingga fasilitas lampu penerangan. Nah, sejauh mana fasilitas ini terpenuhi di setiap ruas jalan tol? 

Faktor keselamatan ditentukan oleh indikator fasilitas keselamatan. Faktor ini sebenarnya bisa dilihat pula dari peraturan tentang standar pelayanan minimal (SPM) sebagaimana diatur oleh Permen PUPR Nomor 16 tahun 2014.

Dalam peraturan tersebut, standar pelayanan minimal meliputi kondisi jalan, kecepatan tempuh, kemudahan akses, mobilitas, keselamatan, unit pertolongan, juga termasuk rest area dan pelayanan.  

Secara tidak langsung maupun langsung, standar pelayanan minimal menyangkut kondisi jalan tol yang laik digunakan. Lagi-lagi ini pun tidak terlepas dari faktor dan fasilitas keselamatan. 

Jika merujuk pada SPM itu, maka seberapa laiknya kondisi jalan. Mulus atau bergelombang. Halus atau kasarnya aspal. 

Kondisi marka jalan, rambu-rambu peringatan, lampu penerangan dan sebagainya, secara otomatis adalah juga terkait dengan fasilitas keselamatan.

Nah, hukum kausalitas antara besarnya biaya tarif jalan tol yang dibebankan kepada pengguna dengan kelengkapan fasilitas keselamatan berlaku di sini. 

Lalu berapa dibutuhkan untuk membangun fasilitas keselamatan di tiap ruas jalan tol, berikut anggaran pemeliharaannya:

Sementara untuk tarif jalan tol, para pembaca bisa menghitung sendiri, misalnya jika tarif jalan tol antara Rp 100.000,- sampai Rp 300.000,- setiap kendaraan. Dikali jumlah kendaraan perhari dikali perminggu, bulan dan tahun.  

Itu baru kalkulasi secara sederhana. Artinya secara umum besaran tarif tol harus setimpal dengan fasilitas keselamatan yang tersedia di setiap ruas jalan tol, bukan?

Semakin besar biaya tarif jalan tol, maka semakin terjamin pula kelengkapan fasilitas keselamatan, bukan? Meski demikian kalkulasi soal itu lagi-lagi tak selalu bisa dihitung secara matematis.

Hal ini karena faktor keselamatan tak hanya soal fasilitas keselamatan, namun juga faktor pengguna atau pengemudi dan kendaraannya. 

***

Akhirnya fasilitas keselamatan terlengkap sesungguhnya justru ada di hati dan kepala kita sendiri. Dan sudah pasti semua fasilitas keselamatan itu disediakan dan berasal dari langit. 

***

Demikian. Akhirnya kita hanya bisa saling berpesan. Bijaklah dalam berkendaraan di ruas jalan manapun. Kecuali jika kita memang ingin berkendaraan menuju ruas jalan ke langit. 

****

Salam hormat

Mas Han. Manado, 7 November 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun