Ia dilahirkan di ujung pulau. Tempat lelaku tentang mencintai setulus hati. Dilahirkan dari rahim cinta di penghujung perjalanan. Ketika senja mulai menitikkan mata air air mata. Dalam gegap gempita rasa yang konon menjadi yang terakhir hingga berakhir. Â
Semenanjung Minahasa, adalah tempat berakhirnya melabuhkan cinta. Disemai rerumputan yang menghimpun embun setiap saat. Dari rinai hujan yang jatuh di dedaunan dan membulir di tanah tempat rimbun asmara. Ditempa akar cinta yang menyembunyikan rahasia rindunya. Â
Di tanah yang mengalir sungai-sungai peluh dari perjalanan asmara. Ditumbuhkan bunga-bunga yang dijaga dari semua jelaga masa. Kemudian menguntai rangkaian asa dalam masa yang tak terbilang. Ketika laut mulai menyembunyikan matahari. Senja menjelang. Tapi cinta terus membayang.Â
Cinta di Semenanjung Minahasa adalah ujung penantian. Juga menggenapi semua yang hilang di perjalanan. Mungkin. Dentang waktu akan mengulang kehadiran, ketika rasa cinta pertama kali dilahirkan.Â
Namun cinta di Semenanjung Minahasa, baru saja dimulai. Ditingkahi riak ombak yang gemulai di tepi pantai. Menari-nari dari cakrawala bersama semilir angin. Menghangatkan malam yang bertahun-tahun dingin.Â
Semenanjung Minahasa adalah jejak akhir pengelana. Diriuhkan rampag gendang mengiringi gemulai Asmaradana. Menciptakan dunianya sendiri. Di tanah tempatnya kini berdiri. Entah bagaimana esok hari. Sebab hari ini adalah mimpi yang diciptakannya sendiri.Â
***
Mas Han. Manado, 26 Oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H