Diantara bayangan masa lalu dan masa depan. Engkau lebih dulu tergambar. Menghampar dalam dekapan. Dalam rengkuh rembulan yang menari di setiap malam. Meski dalam diam dan tanpa perjumpaan.Â
Aku menunggumu dalam redup dan kemilau rembulan di setiap malam yang mengguncang. Diantara debur ombak dan gelombang. Juga desir angin malam yang kencang.Â
Selalu saja ada riak menghadang, meski dekapan kian terbentang. Dan aku luluh dalam imaji dan ilusi tentang kekasih pujaan. Tentangmu, dalam ketidakberdayaan dan kehampaan waktu yang terus berdentang.Â
Kekasih, kita kian berjarak dan juga dihimpit waktu. Seperti kerinduan rembulan pada hujan yang jatuh menjelang pagi. Malam tergesa menyeka hujan, kemudian berlalu. Seketika aku tenggelam dalam awan, dan deras hujan membawamu pergi.Â
Kekasih, diantara malam menjelang pagi, kita masih harus menunda perjumpaan. Walau kutahu,  malam mengantar kita memadu janji. Namun pagi menentukan waktu, untuk kepergian malam. Dan membawamu, kembali dalam bayangan.Â
Mas Han. Manado, 2 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H