Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mendekatkan Anak dengan Budi Pekerti dan Menjauhkan dari Fenomena "Prank" Zaman Milenial

22 November 2020   22:38 Diperbarui: 23 November 2020   04:46 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhasil, gadget menjadi keseharian. Di luar materi pembelajaran jarak jauh, gadget juga tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Menjadi kebiasaan baru anak, dan menjadikannya ketergantungan. Fenomena ini sudah banyak terjadi. 

Manusia pada intinya adalah mahluk sosial yang secara naluriah, sambil mengenal dan bertatap muka dalam pergaulan sosial sehari-hari. 

Kondisi pembelajaran jarak jauh, pada waktunya akan menemui titik klimaks, di mana setiap orang akan selalu berusaha saling bertemu. 

Hal ini karena, secara alamiah dan naluriah hakiki manusia memang sedemikian adanya. Namun bagi anak-anak, titik klimaks soal itu belum bisa diprediksi, terlalu panjang waktunya, dan lebih cepat mempengaruhi perilakunya, dibanding waktu titik klimaks kebosanan anak terhadap percakapan melalui gadget. 

Bukan itu saja, di dalam gadget, menawarkan aneka rupa konten dan aplikasi yang sangat besar andilnya dalam mempengaruhi perilaku anak. Hal inilah yang harus kita cermati. 

Bukan saja kita sebagai orangtua, namun juga pemerintah yang memiliki kemampuan dalam pengendalian instrumen dalam mempersiapkan generasi bangsa di masa depan. 

Perkembangan teknologi memang tak bisa dihindari. Transfer teknologi dan transmisi pengetahuan sudah sedemikian gencarnya. 

Di berbagai kesempatan seringkali saya katakan, sehebat apapun teknologi diciptakan, bagi kita bangsa Indonesia, kecanggihan teknologi sebaiknya diarahkan untuk menjawab soal-soal kebudayaan. Akar dari jatidiri bangsa Indonesia, adalah terletak pada kekayaan budayanya. 

Pada kesempatan ini saya tidak bermaksud mengulas lebih panjang soal akar-akar kebudayaan Nusantara. Kembali soal anak, salah satu citra kebudayaan kita, adalah budi pekerti, yang diwariskan oleh leluhur secara turun temurun. 

Adap sopan santun, itu warisan budaya leluhur. Itu kenapa di Jawa, ada tata bahasa yang sedemikian teraturnya. Bahasa untuk sesama, seumuran, kawan dekat, akrab bisa menggunakan Bahasa Jawa ngoko. 

Lalu, ada bahasa jawa kromo alus, untuk percakapan orang lain yang tidak begitu dikenal, lebih tua, kakak ataupun sebaya namun kita baru saja berkenalan. Contoh sederhananya begitu. Ada juga kromo inggil, tata bahasa percakapan untuk orangtua, orang yang dihormati, dan sebagainya dan seterusnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun