Dramaturgi, menampilkan panggung depan dan menyembunyikan panggung belakang. Kita mengulas yang hanya tampak di depan mata. Dan semua orang tahu, apa yang terjadi, karena kita semua juga menyaksikannya.Â
Jadi, sewaktu rame debat-debat pilpres yang lalu, saya malas untuk ikut nimbrung. Hanya tertawa-tertawa saja, melihat perdebatan di medsos. Dalam hati saya katakan, apakah orang-orang ini sadar dan peka, kalau yang diperdebatkan ini, memang ada yang menyiapkan.Â
Bahannya memang sudah disiapkan sedemikian rupa, agar menjadi perdebatan. Â Kita seperti memperdebatkan episode di pentas sinetron yang baru saja ditayangkan. Begitu kata saya dalam hati.
Kadangkala pula, untuk meramaikan panggung depan, para kru yang biasanya bekerja di belakang panggungpun, juga sengaja ditampilkan di pentas, tujuannya adalah dramatisasi, bahwa seakan-akan kejadian di pentas, itu realistis.Â
Padahal memang disengajakan, atau sudah sedemikian settingannya. Kondisi demikian yang menginspirasi fenomena prank yang menjamur di tanah air.Â
Karena kita hanya memperdebatkan yang memang disiapkan untuk diperdebatkan. Bahan perdebatannya memang sudah disiapkan, memang ditampilkan atau dipentaskan. Sekali lagi, demikian perdebatan diciptakan, dilahirkan.Â
Para pengamat sekalipun, sepertinya hanya menerjemahkan apa yang dilihatnya melalui kalimat naratifnya. Sekali lagi hanya yang dilihat atau yang tampak di panggung depan. Semua yang sudah pasti terlihat.Â
Saya membayangkan sama halnya pentas reality show di televisi. Acara yang cukup diminati para penonton televisi Indonesia. Sebagian orang sangat percaya bahwa itu semua memang nyata. Atau kenyataan yang dipentaskan.Â
Padahal, semua yang dipentaskan, tentu saja ada kemasan di dalamnya. Reality show, tidak berbeda jauh dengan sinetron ataupun film. Yang membedakan hanyalah aktor-aktor dan skenarionya  saja. Â
Tapi, penonton kadang terlanjur hanyut. Jangankan reality show, sedangkan sinetron aja, dibawa baper, kadang emak-emak rempong, bapak-bapak, kawula muda dan semua orang memperdebatkannya.Â
Kita semua tergiring suasana, seolah-olah yang terjadi di pentas pertunjukan itu kejadian nyata. Ada yang berdebat sengit karena saling membela dan mengidolakan tokoh-tokoh pujaan dalam sinetron yang ditontonnya.Â