Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menganyam Cita di Tangga Istana

20 September 2020   09:50 Diperbarui: 20 September 2020   15:51 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Puisi Menganyam Cita di Tangga Istana. Sumber: loexie.wordpress.com

/1/

Di tepi kota orang-orang meramaikan mimpi. Menganyam cita dan cintanya sendiri. Pada saat rintik hujan menjatuhkan butir airnya di sudut sepi. Pada jejak langkah seorang yang menikam harapannya sendiri. 

Berjuta manusia mengharapkan air mengalir dalam kotak persegi. Lalu dipungutnya sebagai cinta yang ditikam paku pada selembar kertas berseri. Menjumpakan angannya pada masa depan di genggaman. Sementara mimpi seperti harapan yang sedu sedan. 

/2/

Dua orang bergandeng tangan menjanjikan mimpi menjadi harapan. Menganyam cita diantara kepingan cinta yang berhamburan. Di tangga istana, harapan diletakkan di puncak menara. Di saat senja yang semakin merona, cita yang kemarin entah kemana. 

Anak-anak kecil di bangku taman menjemput citanya. Sementara masa silam menyembunyikan kepingan cinta tak bertahta. Semburat pelangi mengeja warna cakrawala. Dimana biduk pulang kembali menjumpai rona cahaya. Berpendar pada malam yang masih menyisakan tanda tanya. 

/3/

Tangga istana masih mengulum canda. Di jalanan orang-orang masih meramaikan mimpi. Diantara waktu dimana cita masih berpaut sunyi. Semenjana cinta berjuta manusia mempertanyakan masa. Lalu dua orang melepaskan tangan, memungut rindu pada asa yang tetinggal.  

Tangga istana tak selalu indah dan ramah. Seperti pagi kemarin yang mengirim kemelut ke laut. Di tengah laut kapal berlayar, pelaut dalam kalut. Dilarungnya tubuh lemah dalam kebisuan yang pasrah. 

/4/

Tangga istana kini dalam sunyi. Ditutupnya pintu mengurung diri dalam cita yang terenggut sunyi. Seperti jalanan yang menyisakan debu dan air mata. Menganyam cita di tangga istana, seperti sauh mengayuh menerjang badai ke cakrawala. Di tepi kota orang-orang masih meramaikan mimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun