Angin belajar memahami tentang tembang sore Keindonesiaan yang gemuruh dan penuh canda tawa juga luka dan duka. Mengalun dalam irama  menjanjikan tentang lagu yang pasti pada tangga-tangga nada yang merdu, riang atau ketukan yang menghentak penuh semangat dan kepastian.
Suara semilir angin mengantar pada riuh perjuangan. Dan harapan dari awal mengalir hingga menguntai sejuta rasa tentang cinta dan kerinduan bunda pertiwi tersayang.Â
Tapi anak-anak dilahirkan dalam beban hutang katanya, lalu benarkah segelintir manusia menguasai tanah persada dan semua kekayaannya baik di atas permukaan maupun dibawahnya.
Sedangkan para tetua, pemuka dan kelompok mulia saling berbalas pantun kejenakaan dan kemelut pikirannya sendiri-sendiri. Menembangkan lagu sore Keindonesiaan dengan nada menurut seleranya sendiri-sendiri. Bagamanakah lagi anak-anak kampung meneladani soal jati diri?Â
Tanah, air dan semua isi jiwa memperdengarkan suara-suara penuh cita dan harapan. Lalu mengapa hanya ada dalam pandangan mata, namun tak mampu menyejukkan mata batin Keindonesian yang aneka rupa.
Jika jiwa raga adalah pengorbanan yang nyata, apakah itu suara pejuang masa silam, dan kini hanya ada dalam diam jarum jam. Dan mempertanyakan harapan. Hanya ada dalam angan yang jauh dari jangkauan. Â
Sedang Keindonesiaan sejak dulu memperlihatkan kekayaan yang raya. Bahkan tak mampu kita hitung, kecuali dalam catatan-catatan manusia bijak yang beruntung.
Tembang sore mempertanyakan banyak hal tentang keindahannya, di lepas pantai pada batas cakrawala yang jingga. Yang diatasnya mahluk-mahluk laut senantiasa selalu sedia untuk menyuguhkan dirinya sendiri.Â
Di tepi pantai hingga ke jalan raya, perkampungan dan hutan-hutan di permukaan tanah juga adalah kekayaan yang siap menghidangkan kenikmatan di atas meja.Â
Lalu dibawah akar-akar pohon dan tumbuhan, hingga di bagian  yang terdalam, bersembunyi kekayaan yang selalu siap ditampilkan dan menjadi modal kekayaan tanpa batas. Lalu mengapa kita hanya mengelola ampas?Â
Tapi tembang sore selalu memberi api yang menyala dan memberikan energi dan semangat membara. Keindonesiaan tidaklah dalam kegelapan seperti dalam pikiran-pikiran putus asa.Â