Hari Raya Idul Adha 2020, sudah lama berlalu. Namun nuansa dan makna dari perayaan Hari Raya Kurban, tetap lekat dalam ingatan dan pesan penuh maknanya, selalu menjadi memori pada setiap kaum muslim yang merayakannya.Â
Penulis punya pemikiran yang sama soal itu, bahwa pesan dan makna setiap momentum peringangat hari raya agama, selalu punya makna yang dalam dan lekat dalam ingatan setiap individu. Setidaknya setiap orang diharapkan memiliki pemaknaan seperti itu.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menghadirkan makna Hari Raya Idul Adha, dalam pemahaman masyarakat adat di salah satu negeri di Maluku Tengah, yakni masyarakat desa atau Negeri Kaitetu, Kabupaten Maluku Tengah.Â
Setiap muslim di dunia, merayakan hari Raya Idul Adha, yang dalam konteks Nusantara, sering lebih dikenal dengan hari raya kurban. Dalam prakteknya setiap individu mampu, menyumbangkan kurban baik berupa kambing maupun sapi untuk dipotong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada setiap orang yang berhak.
Ritual Kurban sebagai Bentuk Rasa Syukur
Hari raya Idul Adha atau hari Raya Qurban, bagi masyarakat Kaitetu juga demikian umumnya, meski tetap punya makna tersendiri. Paling tidak masyarakat memahami hari raya Kurban salah satunya adalah sebagai bentuk rasa syukur atas apa yang terjadi dalam proses pengorbanan.
Oleh karena rasa syukur itu, maka tidak heran kalau dalam setiap peringatan Idul Adha, dijalankan masyarakat dengan penuh suka cita, bahkan dalam pengamatan penulis tampak setiap orang melaksanakan seluruh kegiatan ritual dengan antusias, penuh semangat dalam kebersamaan. Hari Raya Idul Idha, merupakan hari raya yang paling meriah di negeri Kaitetu.
Tua muda, laki-laki perempuan, semua larut dalam kegembiraan. Pada hari raya ini, banyak pula masyarakat negeri Kaitetu yang ada di perantauan, pulang kampung ke Kaitetu untuk ikut merayakannya, bahkan hari raya ini kadang-kadang lebih ramai dibanding hari raya Idul Fitri.
Dalam ritual Hari Raya Kurban, penduduk negeri menyiapkan dua ekor hewan kurban untuk mewakili hewan kurban lainnya dalam proses ritual kurban. Dua ekor ini akan digunakan menjadi simbol kesucian seorang Nabi Ismail yang berkorban dengan tulus untuk memenuhi permintaan ayahnya yakni Nabi Ibrahim yang diperintahkan Allah untuk menyembelih Ismail.Â
Ibrahimpun dengan taat memenuhi perintah Allah. Namun, pada saat hendak dipotong, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba atau kambing. Makna pengorbanan itulah yang menjadi pemahaman penduduk negeri Kaitetu yang mengibaratkan hewan kurban, yakni berupa kambing yang akan dipotong, harus melewati ritual penyucian.