Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dua Lelaki

17 Juli 2020   10:12 Diperbarui: 21 Juli 2020   21:49 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Pertarungan Gladiator Suku Sasak. Sumber: Kumparan.com

Saling ejek, saling hina terjadi lagi. Penduduk kota mulai terpengaruh, keributan-keributan di tengah kota mulai sering terjadi lagi. Keributan tampaknya itu akan semakin tak terkendali. Ki Dodjo dan Ki Probo pun menyadari. Satu-satunya jalan, untuk menghindari keributan, mereka harus benar-benar bertarung. Kedua lelaki itupun mengutus orang terdekatnya, untuk mengatur pertarungan. Penduduk kota kembali tegang dan cemas.

Akhirnya saat pertarungan dua lelaki itupun tiba. Mereka sepakat, bertarung di tengah jalan, tempat yang sering dilalui pasukannya. Jalanan kering tak beraspal dan berdebu. Jalanan kota dekat dengan pasar rakyat, dimana penduduk kota biasa berkumpul. Berdagang dan melakukan transaksi jual beli. Jalanan kota yang sangat lengang di malam hari. Dan riuh rendah, hingar bingar di pagi hingga petang.

"Hai Ki Dodjo, aku menantangmu bertarung, dengan cara ksatria" teriak Ki Probo

" Ki Probo, aku juga sudah menunggu pertarungan ini, mari kita buktikan kepada penduduk kota, siapa yang pantas menjadi pemimpin kota ini" jawab Ki Dodjo dengan lantang.

Kedua lelaki itupun bersiap. Keduanya bak gladiator yang siap bertarung. Baik Ki Dodjo dan Ki Probo sudah menghunus senjatanya masing-masing. Keduanya menghunus pedang andalan. Senjata yang sudah disepakati untuk bertarung. Penduduk kota semakin cemas dan tegang. Mereka sebenarnya tidak ingin melihat kedua lelaki itu bertarung. Mereka tidak mau melihat salah satunya tumbang.

Detik-detik pertarungan mematikan semakin dekat. Ki Dodjo dan Ki Probo sama-sama tegang. Ini pertarungan hidup mati. Pertarungan demi pembuktian siapa yang paling pantas sebagai pemimpin kota. Pertarungan adalah cara yang paling bisa diterima, di tengah keributan para penduduk kota, pendukung mereka. Tanpa pertarungan, maka penduduk kota akan terus saling ejek dan saling hina.

Penduduk kota berkumpul di hari yang paling menentukan. Wajah-wajah kecemasan terpampang. Pendukung Ki Dodjo, berada di sebarang kiri jalan. Sedangkan pendukung Ki Probo, berkerumun di seberang kanan jalan. Debu membungkus kota, membungkus orang-orang di pinggir jalan itu. Juga Ki Dodjo dan Ki Probo. Wajah kedua lelaki itu tampak tegang dan penuh debu, juga wajah-wajah cemas penduduk kota. Siang itu, tampak tidak secerah biasanya. Hari itu, seperti lebih gelap dari biasanya, karena debu yang menyelimuti kota dan membumbung ke angkasa.

Dari kejauhan, terdengar suara raungan moge, dari arah kiri jalan. Sementara dari arah kanan, di kejauhan terdengar derap kuda, diselingi sesekali ringkikan kuda. Penduduk semakin cemas dan tegang. Mereka kuatir, pertarungan siang itu, bukan hanya antara Ki Dodjo dan Ki Probo semata. Tapi juga pertarungan bekas-bekas pengikutnya. Kalau itu terjadi, bahaya sekali.

Entah bagaimana, seperti di komando, penduduk kota tiba-tiba bergerak, membuat lingkaran. Orang -orang di seberang kiri jalan, maupun di seberang kanan jalan, tiba-tiba bergerak melingkar, meblokade jalan, tempat Ki Dodjo dan Ki Probo akan bertarung. Sehingga tampak dua lelaki gagah perkasa itu berada di dalam lingkaran orang-orang pendukungnya. Pasukan moge dari sebelah kiri, dan pasukan kuda dari sebelah kanan, terhenti langkahnya.

Mereka tidak bisa memasuki area pertarungan dua lelaki perkasa itu. Penduduk, memblokade jalan dan membuat lingkaran melindungi kedua lelaki itu, agar pasukan moge dan pasukan kuda, tidak bisa mendekati mereka. Usaha penduduk kota itu sekaligus memisahkan kedua pasukan itu bertemu langsung. Penduduk kota kuatir terjadi pertarungan dua pasukan itu.

Melihat kejadian itu, dua lelaki yang siap bertarung itu tertegun. Tiba-tiba keduanya menghentikan langkah. Beberapa saat sebelumnya sudah siap bertarung. Saling mendekat dan menghunus pedang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun