Mohon tunggu...
wurianto saksomo
wurianto saksomo Mohon Tunggu... -

Lahir dan menghabiskan masa kecil serta remaja di Madiun, menimba ilmu di Jogja, sekarang menjemput takdirnya di Ngawi, berkarya untuk negeri sebagai bagian dari birokrasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahasiswa dan Revolusi

17 Desember 2011   00:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:09 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa gerakan mahasiswa anti kemapanan yang menyuarakan tuntutan di hadapan penguasa seringkali membawa korban, dan korban paling besar seringkali dialami oleh mahasiswa itu sendiri. Bentrokan dan perlawanan secara fisik menghiasai aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mereka. Pukulan, tendangan, lemparan bom molotov, pembakaran ban bekas, perusakan pagar kantor, adalah bentuk-bentuk resistensi untuk menghadapi tindakan represif aparat keamanan yang dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah, bukan lagi alat negara.

Peristiwa di lapangan Tiananmen, Cina yang dipelopori oleh para mahasiswa diakhiri dengan penumpasan berdarah. Oleh penguasa komunis aksi mahasiswa dalam peristiwa ini dinamakan sebagai pemberontakan kontra-revolusioner. Sampai sekarang tidak diketahui angka pasti korban yang jatuh dalam peristiwa tersebut. Sementara beberapa yang lain mengasingkan diri dan melarikan diri ke luar negeri menghindari kejaran brutalnya aparat di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping. Beberapa yang lain terpaksa menginap di balik jeruji besi termasuk Wang Dan, seorang mahasiswa Muslim, yang akhirnya dibebaskan.

Di Indonesia sendiri terjadi juga peristiwa yang membawa korban jiwa di pihak mahasiswa ketika mengadakan aksi-aksi protes terhadap penguasa, seperti misalnya Peristiwa Trisakti tahun 1998. Dari peristiwa–peristiwa tersebut ada dua alasan yang melatarbelakangi timbulnya bentrok di dalam aksi gerakan mahasiswa ketika berhadapan dengan aparat. Yang pertama militansi para mahasiswa yang sangat gigih untuk mempertahankan tuntutan-tuntutannya. Yang kedua, lepasnya kesadaran aparat keamanan untuk menahan diri. Aparat yang membawa senjata dan terlatih tampaknya lupa jika yang mererka hadapi bukanlah tentara angkatan bersenjata negara lain, namun saudaranya sendiri sesama anak bangsa yang masih berusia belia.

Namun demikian jatuhnya korban di kalangan mahasiswa ini tidak pernah menyurutkan perjuangan gerakan mahasiswa untuk terus-menerus meneriakkan perlawanan di hadapan penguasa yang berlaku zalim dan tidak memihak kepentingan rakyat. Jika kita mencermati isu yang berkembang di kalangan gerakan mahasiswa maka kita akan mendengarkan idiom ‘revolusi’. Inilah alternatif kreatif dari kepedulian mahasiswa mencermati kondisi negara.

Revolusi menjadi bahasa perjuangan sebagaimana istilah ‘reformasi’ yang mendapat sambutan luas di kalangan umum saat itu. Revolusi dijadikan alat perjuangan yang diteriakkan di setiap aksi demonstrasi, tuntutan dan penyikapan, diskusi-diskusi terbatas di kalangan mahasiswa, atau bahkan perbincangan yang sudah lintas status, baik itu mahasiswa, aktivis buruh, partai politik, maupun elit politik.

Apa alasan sehingga di antara kalangan itu menggulirkan revolusi, entah sekedar wacana atau mungkin sudah berupa rencana pelaksanaan. Sikap penguasalah yang tampaknya mendasari alasan digulirkannya revolusi. Perbuatan korup, tidak memihak kepentingan rakyat kecil, ketidakberdayaan di hadapan lembaga asing yang ada sehingga negara tidak independen, penjualan aset bangsa ke tangan kapitalis, dan lain-lain memerlukan obat mujarab untuk menyembuhkan keterpurukan negeri ini. Barangkali revolusi adalah terapi sosial untuk menyehatkan negara yang sedang sekarat parah ini.

Menurut Sztompka revolusi adalah manifestasi perubahan sosial yang paling spektakuler. Revolusi menengarai guncangan fundamental dalam proses sejarah, membentuk kembali masyarakat dari dalam dan merancang lagi bangsa. Revolusi tidak membiarkan apapun seperti sebelumnya. Revolusi menutup satu jaman dan membuka jaman baru. Pada saat revolusi masyarakat mengalami puncak perannya, ledakan potensi transformasi diri. Pada bangkitnya revolusi, masyarakat dan para anggotanya seakan-akan dihidupkan kembali, hampir dilahirkan kembali. Dalam hal ini, revolusi adalah tanda kesehatan sosial.

Revolusi mempunyai definisi perubahan yang cepat dan mendasar dari masyarakat dan srtuktur kelas suatu negara, dan revolusi tersebut disertai dan sebagian menyebabkan terjadinya pemberontakan kelas dari bawah. Menurut Chalmers Johnson, dalam Revolutionary Change, kekerasan dan perubahan sosial adalah sifat dari revolusi. Menciptakan revolusi berarti menerima kekerasan untuk mengubah sistem, lebih tepatnya revolusi adalah implementasi dari suatu strategi kekerasan yang ditunjukkan untuk mendorong timbulnya perubahan dalam struktur sosial.

Revolusi terjadi karena masyarakat mengalami lingkungan yang tidak harmonis (kritis) sehingga mengalami disorientasi. Dalam keadaan seperti ini akan membuka peluang lahirnya nilai-nilai alternatif yang ditawarkan oleh gerakan revolusioner. Hal ini tentu saja menyebabkan penguasa bertindak menekan karena merasa otoritas yang dipunyainya semakin kehilangan legitimasi.

Penguasa selalu mengandalkan kekerasan untuk menghentikan gerakan revolusi dengan dalih ketertiban bangsa. Karena itu, pecahnya suatu revolusi tidak saja disebabkan oleh protes kelas bawah terhadap kehidupan cara lama, tetapi juga oleh adanya ketidakmampuan kelas atas dalam mengatasi kehidupan cara lama itu, urai Lenin.

Di benak orang awam revolusi seringkali dijadikan mimpi indah, menjadi harapan akan kebebasan terhadap ketertindasan dan kehidupan yang lebih sejahtera. Kalaupun ada pertumpahan darah, hal itu dianggap sebagai resiko di dalam setiap perjuangan. Darah yang mengalir membasahi bumi menjadi obat yang subur untuk menumbuhkan bunga-bunga kemakmuran sebuah bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun