Mohon tunggu...
Wuri Handoyo
Wuri Handoyo Mohon Tunggu... -

Muslim -- Warga Kekhalifahan Islam "Khilafatul Muslimin"..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pesta Demokrasi, sebuah “Kemubadziran Nasional”

4 Maret 2014   18:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:15 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

tergelitik oleh berita di : (link)

Tahun 2013 dan 2014 adalah tahun2 “PESTA” bagi Indonesia, dimulai dari adanya “PILKADA” di berbagai Kabupaten, Kota dan Provinsi diseluruh Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan “PILEG” di bulan April 2014 dan puncaknya adalah “PILPRES” bulan juli 2014. Sebuah rangkaian pesta yang meriah dan melibatkan banyak pihak. Yang pastinya lebih meriah dari pesta perkawinan seorang puteri keraton yang dilaksanakan 7 (tujuh) hari 7 (tujuh) malam non stop.. (he..he.. becanda anda bisa bayangkan sendiri). Satu hal yang ingin penulis angkat sebagai sebuah perenungan dan pemikiran bersama adalah tentang Pemborosan/kemubadziran Anggaran untuk mengadakan pesta ini.
Tanpa dihadirkan fakta2 berupa kalkulasi cost (biaya) pesta demokrasi pun, semua kita sudah mahfum akan hal itu. Apalagi ketika ada data dan fakta yang dihadirkan, tentunya kita akan lebih terperangah lagi.. banyangkan dari satu item saja, “spanduk kampanye”, kira2 kalao satu orang caleg membuat spanduk dirinya yang berukuran kecil, masing2 caleg membuat 1000 pcs, kemudian harga spanduk Rp. 5000/pcs, sementara ada ribuan caleg diseluruh indonesia, berapa biaya yang dikeluarkan untuk satu item spanduk saja.??? Belum lagi untuk keperluan KPU, kertas suara, tinta, operasional penyelanggaran di TPS dll.. subhanallah.. Sementara itu, informasi yang kita dengar dari Al Qur’an, bahwa mubadzir adalah saudaranya Syaithon..!! akankah kita ridho berkawan dengan syaithon??
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya. (QS 17:27). Bagi orang-orang yang islam dan beriman, ayat ini semestinya menjadi perhatian yang serius, karena sikap “boros/mubadzir” akan berdampak pada persaudaraan dengan syetan. Maka ketika hal ini terjadi, bagi orang yang beriman, ini adalah sebuah musibah. Yang mengherankan, ternyata sikap mubadzir ini, menjadi kesepakatan bersama secara nasional. Yang notabene, umat islam yang diwakili oleh partai-partai islam pemilu juga menyetujui dan terlibat sangat dekat dengan “aktifitas mubadzir ini”. na’udzubillah. Dan bukan hanya dalam islam, penulis yakin semua rakyat indonesia pasti menolak “sifat boros dan mubadzir”.
Partai dan Pemilu adalah sebuah keniscayaan dari sistem Demokrasi. Karena keduanya adalah instrument penting dari keseluruhan sistem ini. Untuk itu, selama Indonesia masih menggunakan sistem demokrasi, selama itulah “kemubadziran nasional” akan senantiasa berulang setiap lima tahun sekali. Sebuah kejahilan yang lahir dari sistem kufur “Demokrasi”. Beruntung seandainya dari Pemilu lahir seorang pemimpin yang bisa memajukan bangsa ini, tapi faktanya hasilnya nihil. Akankah kita terus berkubang dalam keadaan seperti ini? Atau berpikir untuk sesuatu yang lebih bermakna dan bermanfaat bagi ummat? Sementara keadaan ekonomi rakyat semakin terpuruk. Satu hal yang kontradiktif..!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun