Mohon tunggu...
Wuri Handoyo
Wuri Handoyo Mohon Tunggu... -

Muslim -- Warga Kekhalifahan Islam "Khilafatul Muslimin"..

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS dan Golput

25 Januari 2014   10:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:29 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prediksi angka Golput mencapai 40% di pemilu tahun 2014 ini menjadi satu fenomena yang menarik untuk dikaji dan diteliti. Maka siapa saja yang bisa memenangkan opini menjelang perhelatan akbar pemilu 2014, serta bisa mempengaruhi dan mengarahkan suara “Golput”, maka dialah pemenang pemilu yang sesungguhnya. Bahkan bisa jadi pemilu tahun 2014 kali ini menjadi momentum lahirnya Erabaru bagi bangsa Indonesia ini. Sebagaimana momentum Reformasi (1998), momentum Supersemar (1965) dan momentum kemerdekaan RI (1945). Karena Penulis melihat Rakyat Indonesia sudah mencapai titik jenuh dengan Kondisi bangsa ini. Sementara itu pemilik yang sesungguhnya dari bangsa ini adalah Rakyat Indonesia. Karena sesuah bangsa adalah “kesepakatan” dari rakyatnya.

“Binggung dan Gak jelas”, itu adalah kesan pertama yang muncul ketika penulis melihat iklan “jangan golput” yang digagas oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Iklan yang diunggah di youtube dan ditayangkan di berbagai stasiun televisi ini berdurasi kurang lebih 35 menit. Berisi sebuah dialog keluarga menjelang Pemilu 2014. Permasalahan mulai muncul ketika Ibu/tantenya Ratih memberikan informasi kalau Ratih (kemungkinan seorang mahasiswi) tidak akan menggunakan “Hak Pilih”nya di pemilu besok. Yang kemudian dilanjutkan dengan dialog antara Ratih dan Kakeknya yang sedang membaca koran. “Emang ada partai yang bisa dipercaya?, Ah semua sama saja, gak ada yang bisa mikirin ratih. OMDO, isinya Cuma bisa bikin iklan di TV” Argumentasi dari Ratih. Sang kakek mencoba meyakinkan Ratih kalau masih ada Partai yang layak dipercaya sebagai corong aspirasi rakyat di pemilu kali ini. “Ya adalah, masa gak?”. Kemudian diteruskan dengan penegasan dari sang kakek kepada ratih terkait dengan sikapnya di pemilu besok. Hanya sangat disayangkan, karena keterbatasan durasi iklan, sang mahasiswa hanya menjawab singkat “tau ah gelap..!!”. Sementara itu tokoh yang lain hanya memberikan ekspresi wajah dan gerik tubuh yang gak jelas juga. Kemungkinan besar mereka juga sedang binggung. Link http://www.youtube.com/watch?v=ZJhf_ffIeL4

Kira-kira begitulah gambaran singkat dari iklan “Jangan Golput” yang digagas oleh salah satu Partai Islam menjelang pemilu kali ini. Sangat berbeda jauh dengan iklan menjelang pemilu 5 tahun yang lalu yang dipenuhi dengan “Percaya Diri” yang tinggi. Bisa dilihat dari materi iklan (Partai Keren Sekali, Partai Kita Semua, Partai K... S...). Sang mahasiswi jelas kebinggungan ketika diminta memberikan statement akhir sikapnya di pemilu besok, “tau ah gelap”, Sang kakek yang diharapkan bisa menjadi rujukan, juga tidak bisa memberikan jawaban yang “Tegas dan Kongkrit”. Jawaban dan statementya “ngambang” dan terkesan menyerahkan kepada pemirsa, partai mana yang masih bisa dipercaya. “Ya adalah masa gak?”. Meskipun tentunya partai yang dimaksud oleh sang kakek adalah Partai pembuat iklan. Sementara tokoh yang lain juga binggung, mau memberikan komentar apa?. Link http://www.youtube.com/watch?v=QQJBnUMy6cw&list=PLE830CE23D507E577&index=5

Padahal, penulis membayangkan materi iklan “Jangan Golput” yang digagas PKS, bisa menumbuhkan keyakinan kepada seluruh rakyat indonesia untuk suksesnya PKS di ajang pemilu 2014 sebagaimana cita-cita untuk 3 (tiga) besar. Sehingga dengan hasil tersebut, akan lebih mudah bagi PKS untuk melaksanakan visi dan misinya. Atau kalaupun tidak, minimal iklan “jangan golput” bisa menghadirkan argumentasi ilmiah, sehingga ada pencerahan dan tidak ada alasan bagi rakyat indonesia untuk golput. Mengingat PKS adalah partai yang telah mengikrarkan diri sebagai partai yang jujur, bersih, peduli, cerdas, dan profesional. Hal ini terjadi sebenarnya bukan tanpa sebab. Mengingat PKS adalah partai yang didominasi oleh kader-kader yang muda dan berpendidikan. Mustahil mereka kebinggungan. Pertanyaanya sekarang, mengapa hal ini bisa terjadi? Ini adalah bukti kebimbangan PKS menetukan sikap hari ini. Karena PKS telah terjebak dalam satu sistem demokrasi yang memiliki Nilai dan aturanya sendiri. Pada saat yang bersamaan PKS memiliki beban sejarah sebagai partai Islam, Partai Dakwah, dan Partai Kader.

Keputusan gerakan “tarbiyah” untuk mendirikan Partai Keadilan (PK) th 1998, kemudian mengubah dirinya menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjelang tahun 2004, serta menjadikan PKS sebagai “Partai terbuka” menjelang pemilu 2009, menujukan sikap Partai yang cenderung mengikuti arus zaman. Dan terakhir target menjadi 3 (tiga) besar di Pemilu 2014, banyak terkendala oleh permasalahan-permasalahan partai yang muncul menjadi konsumsi Publik, sehingga membuat Partai kurang Percaya diri dan cenderung bimbang. Padahal kebimbangan yang terjadi menjelang pertarungan akan sangat fatal akibatnya.

Seandainya PKS jeli, maka momentum 2014 ini bisa sepenuhnya menjadi milik PKS. Maka dibutuhkan komitment dan kejujuran kepada cita-cita yang tertuang dalam visi dan misi partai. Pertimbangan kali ini adalah pertimbangan nilai dan cita-cita, bukan lagi pertimbangan politik, Aset Partai yang sudah banyak, ataupun gengsi Partai untuk tetap bertahan pada pilihanya saat ini. Fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri, PKS adalah Partai Islam dan Partai Dakwah, maka Islam sebagai sebuah sistem, ternyata dibangun atas dasar prinsip tauhid “laailahaillallah”. Yaitu penolakan terhadap segala sesuatu yang berasal dari produk “ro’yu”, dan penerimaan secara totalitas terhadap sesuatu yang berasal dari “wahyu” Allah SWT. Tidak ada ruang kompromi dalam masalah tauhid. Itulah nilai-nilai prinsip dalam islam.

Wallahu ‘alam

Penulis adalah Orang yang pernah menjadi bagian dari PKS.

wuri.handoyo@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun