Mohon tunggu...
Wulan Lukitasari
Wulan Lukitasari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syari'ah UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Hukum Marx Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart)

29 Oktober 2024   11:04 Diperbarui: 29 Oktober 2024   11:11 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kritik terhadap Teori Hukum Tradisional:

Hart menolak pandangan bahwa hukum hanya terdiri dari perintah yang diancam dengan sanksi, dan menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur dan fungsi hukum dalam masyarakat.

Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart tetap sangat relevan di masa sekarang. Weber, dengan konsep rasionalisasi hukum dan tipologi otoritas, membantu kita memahami bagaimana hukum modern berfungsi sebagai sistem yang terstruktur dan efisien dalam masyarakat yang kompleks. Sistem hukum saat ini sering mengedepankan otoritas rasional-legal, yang memungkinkan hukum diterapkan secara konsisten dan objektif, meskipun tantangannya adalah menyeimbangkan aspek-aspek tradisional dan nilai-nilai lokal.

Sementara itu, Hart, dengan teori aturan primer dan sekunder, memberikan kerangka untuk melihat hukum sebagai sistem aturan yang lebih fleksibel dan responsif. Ini penting dalam konteks sekarang, karena hukum perlu menyesuaikan diri dengan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi yang cepat. Aturan sekunder memfasilitasi adaptasi hukum dengan mengatur bagaimana aturan dapat diperbarui, sehingga memungkinkan hukum tetap relevan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat modern.

Contoh Permasalahan

Analisis perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia melalui perspektif Mark Weber dan H.L.A. Hart memungkinkan kita memahami aspek sosiologis dan normatif hukum dalam konteks syariah.

1. Mark Weber -- Rasionalitas dan Tipologi Otoritas:

Weber melihat hukum dalam kerangka rasionalisasi masyarakat yang dibentuk oleh otoritas tertentu. Dalam pandangan Weber, ada tiga bentuk otoritas: tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia dapat dianalisis melalui lensa otoritas tradisional dan rasional-legal.

Otoritas Tradisional: Dalam konteks ini, hukum syariah didukung oleh kepercayaan dan nilai-nilai Islam yang sudah lama diterima di masyarakat Indonesia, khususnya pada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki ikatan kuat dengan norma agama.

Otoritas Rasional-Legal: Dalam era modern, hukum ekonomi syariah mulai diintegrasikan dalam sistem hukum nasional Indonesia. Hal ini terlihat dari berbagai regulasi formal, seperti UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, di mana aturan ini menjadi dasar hukum untuk transaksi ekonomi syariah dalam institusi yang diakui secara hukum. Rasionalisasi hukum ini menunjukkan bahwa hukum syariah, yang awalnya hanya diakui dalam lingkungan tradisional, telah diadopsi menjadi bagian dari sistem hukum formal di Indonesia.

Dengan pendekatan Weber, perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan adanya proses rasionalisasi, di mana aturan syariah diakui dan diadaptasi menjadi bagian dari kerangka hukum negara dengan legitimasi otoritas rasional-legal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun