Dalam dunia pendidikan tinggi, nilai bukan sekedar angka diatas kertas. Ia merepresentasikan capaian akademik, hasil kerja keras, dan upaya mahasiswa selama proses pembelajaran. Namun, tidak jarang kita mendengar keluhan mahasiswa yang merasa nilai yang diberikan dosen tidak sesuai dengan usaha atau pencapaian mereka. Hal ini memunculkan pertanyaan penting: apakah penilaian sudah dilakukan secara transparan dan objektif?
Kisah Nyata Mahasiswa dan Kekecewaan Mereka
Bayangkan seorang mahasiswa yang telah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menyelesaikan tugas akhir semester. Ia mengikuti setiap kelas, aktif dalam diskusi, dan mengerjakan tugas dengan maksimal. Namun, ketika nilai keluar, ia hanya mendapatkan nilai B, sementara teman yang jarang hadir justru memperoleh nilai A. Situasi seperti ini bukanlah hal baru di dunia pendidikan. Banyak mahasiswa mengeluhkan ketidaksesuaian nilai yang diberikan dosen, baik karena ketidaktahuan kriteria penilaian maupun faktor lain yang dirasa subjektif.
Seorang mahasiswa jurusan Manajemen, misalnya, pernah bercerita bahwa dosennya memberikan nilai rendah karena menganggap argumen yang ia buat dalam makalah terlalu kritis. Padahal, di sisi lain, mahasiswa ini berusaha menghadirkan perspektif baru sesuai dengan referensi yang dipelajari. Kasus ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah dosen menilai berdasarkan substansi atau preferensi pribadi?
Penyebab Nilai Tidak Sesuai
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab ketidaksesuaian nilai yang diberikan dosen, diantaranya:
1. Kurangnya Transparansi Kriteria Penilaian
Banyak dosen tidak menjelaskan secara rinci kriteria penilaian mereka. Akibatnya, mahasiswa tidak memiliki gambaran jelas tentang bagaimana tugas atau ujian mereka dievaluasi.
2. Subjektivitas dalam Penilaian
Penilaian yang terlalu bergantung pada preferensi pribadi dosen, seperti gaya penulisan, pendekatan tugas, atau bahkan hubungan personal dengan mahasiswa, dapat menciptakan ketidakadilan.