Mohon tunggu...
WULAN SASKIA
WULAN SASKIA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah seorang mahasiawa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang menyukai dunia sastra terutama fiksi dan puisi

Hobi membaca webtoon, menobton youtube dengan konten random

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Urgensi Kesenjangan Digital terhadap Proses Belajar Peserta Didik

3 November 2023   14:52 Diperbarui: 3 November 2023   15:17 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Adakah aspek dalam kehidupan manusia yang belum menggunakan teknologi digital? Di zaman yang semakin modern sekarang, hal itu tentu saja menjadi hal yang mustahil. Mengingat ibu di rumah pun kini sudah dapat membeli sayuran melalui aplikasi dari smart phone nya. Jika ada barang elektronik rusak, Bapak tidak langsung memanggil tukang servis. melainkan terlebih dahulu membuka gawainya, dan mencari di Google atau Youtube "cara memperbaiki ini dan itu". Ibu tidak lagi kesusahan membantu pekerjaan sekolah anaknya. Karena tinggal mengetik apa yang ingin dicari, dan semua jawaban itu akan muncul dengan sendirinya. Tidak terkecuali dalam bidang Pendidikan di sekolah. Segala proses belajar mengajar kini menggunakan teknologi digital.

Saat ini, sudah banyak negara yang menggunakan sistem pebelajaran berbasis digital guna mengikuti arus perkembangan zaman. Proses pemanfaatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keefektivan saat pembelajaran berlangsung, memudahkan akesibilitas, serta mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi dunia yang semakin terhubung secara digital. Karena jika tidak mampu beradaptasi dengan pesatnya perkembangan zaman, tentu akan sangat tertinggal kualitasnya.

 Namun pada kenyataannya, Pendidikan di Indonesia masih mengalami kesenjangan digital yang sangat kontras antara di kota dan desa, terutama daerah yang sulit terjamah. Menurut BPS, sebagian besar desa/kelurahan di Indonesia belum terjamah oleh menara pemancar jaringan telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS). Pada 2020 misalnya, masih ada 46.486 atau 55,3% dari total desa di Tanah Air yang belum ada menara BTS.

Perlu diingat bahwa tantangan yang ada bukan hanya itu saja, tapi juga masalah ketimpangan sosial. Tidak semua orang tua mampu memfasilitasi anaknya dengan gawai untuk belajar. Menurut The Pew Research Center dalam Datanesia, sebanyak 59% anak dari keluarga berpenghasilan rendah mengalami hambatan digital dalam menyelesaikan tugas. Kendala tersebut seperti kewajiban penggunaan ponsel atau komputer, dan penggunaan WiFi publik karena tidak adanya akses internet di rumah. Pernah terjadi di suatu sekolah yang berada di kota Bandung. dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang menggunakan gawai sebagai medianya, terdapat beberapa murid yang tidak memiliki gawai. Murid itu pun diminta bergabung dengan temannya yang memiliki gawai. Hal ini menjadi tidak efektif, karena murid tersebut hanya dapat mencoba mengakses dan mempraktikannya di sekolah saja.

Persiapan dalam menghadapi dunia yang semakin modern adalah tugas semua pihak. Jika ingin mengaplikasikan suatu model atau media pembelajaran, seyogyanya pihak sekolah sudah siap memfasilitasi peserta didik dengan maksimal. Seperti mempersiapkan laboratorium komputer dengan maksimal, jaringan internet, WIFI, guru yang sudah harus cakap dan melek digital. Jika semua hal itu dibebankan kepada peserta didik, fokusnya akan terbagi. Tidak semua anak memiliki pengalaman yang sama dalam berteknologi. Tentunya semua ini tidak terlepas dari kebijakan dari pemerintah. Kesenjangan digital di suatu negara akan berpengaruh dalam kemampuan peserta didik belajar dan berkembang. Jika fasilitas dan metode belum dimaksimalkan kesenjangan ini akan terus berlanjut dan membesar. Terutama sekolah-sekolah di distrik yang berpenghasilan rendah dan daerah yang sulit akses mendapatkan bantuan.

Berbagai upaya harus terus dilakukan agar masalah kesenjangan ini dapat segera teratasi. Seperti perbaikan dan penambahan fasilitas dan infrastruktur oleh pemerintah di pedesaan, pelosok dan daerah perbatasan. Infrastruktur tersebut haruslah lengkap, mudah, terjangkau, dan memadai, sehingga kesenjangan digital bisa terhapuskan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun