Hingga sesore ini hujan belum juga reda, bahkan kian deras. Di luar sana, jalanan begitu lusuh. Air menggenang dimana-mana. Beberapa orang terlihat berteduh di emperan toko untuk sekedar berlindung dari hujan. Mereka terlihat lari bergegas. Seliweran motor dengan pengendara berselubung mantel. Petang yang basah, dan redup, seperti wajah gadis di sudut meja itu yang gugup.
Dari sudut meja ini bisa kulihat dengan begitu jelas bahwa gadis manis itu berusaha untuk tersenyum meskipun sedikit dipaksakan. Perlahan diteguknya es teh manis yang disuguhkan oleh salah satu pelayan warung ini. Rambut basahnya tergerai jatuh ke pipi kanannya. Seperti ada rasa bersalah di kedua mata bulat yang indah itu. Aku bisa melihatnya saat beberapa kali ia mengerjap resah. Seperti ada beban di mata bening itu.
“Katakan, apa kau tidak suka kuajak ke sini?”
Bibirnya hanya menyunggingkan senyum yang sepertinya dipaksakan.
“Di luar hujan deras. Sebaiknya kita makan dulu di sini sambil menunggu hujan reda”
Hampir semua bangku sudah terisi pelanggan. Aroma lezatnya air kaldu memenuhi ruangan bersama udara yang dingin mengundang rasa lapar. Suara pengunjung yang saling bercengkerama menikmati obrolan hangat berpadu dengan riuh hujan yang kian menderas.
“Apa kau ingin ganti pesanan ?”
Dia hanya menggeleng. Wajahnya semakin pudar.
Pelayan telah selesai menyiapkan dua mangkuk bakso dengan taburan bawang goreng di atasnya, kemudian segera mengangkat dan meletakkannya di atas meja di depan gadis manis itu. “Bakso Pak Sunu ini enak sekali rasanya. Coba kau bayangkan, hampir setiap kali aku makan di sini, selalu minta tambah”.
Kuperhatikan dari sini, perlahan gadis itu menikmati bakso pesanannya. Ujung sendok itu menyentuh bibirnya yang pecah-pecah. Bibirnya terbuka dan mengunyah pelan dengan muka berkerut seperti seorang pesakitan yang dipaksa menelan racun. Sepertinya ia tak begitu menikmati bakso yang ada di mulutnya itu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!