Mohon tunggu...
Wulan Ews
Wulan Ews Mohon Tunggu... lainnya -

Lahir dan dibesarkan di kota tapis berseri sebagai sulung dari dua bersaudara. Secara jujur mengakui bahwa ia mengalami kesulitan untuk melahirkan kata- kata, apalagi jika harus menuangkannya dalam bentuk tulisan, tapi ia mencoba untuk masuk ke dalamnya dan menikmati kesempatan untuk mengekspresikan diri, kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sumini

3 November 2011   13:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:06 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hingga sesore ini hujan belum juga reda, bahkan kian deras. Di luar sana, jalanan begitu lusuh. Air menggenang dimana-mana. Beberapa orang terlihat berteduh di emperan toko untuk sekedar berlindung dari hujan. Mereka terlihat  lari bergegas. Seliweran motor dengan pengendara berselubung mantel. Petang yang basah, dan redup, seperti wajah gadis di sudut meja itu  yang gugup.

Dari sudut meja ini bisa kulihat dengan begitu jelas bahwa gadis manis itu berusaha untuk tersenyum meskipun sedikit dipaksakan.  Perlahan diteguknya es  teh  manis yang disuguhkan  oleh salah satu pelayan warung ini. Rambut basahnya tergerai jatuh ke pipi kanannya. Seperti ada  rasa bersalah di kedua mata bulat yang indah  itu. Aku bisa melihatnya saat beberapa kali ia mengerjap resah. Seperti ada beban di mata bening itu.

“Katakan, apa kau tidak  suka kuajak ke sini?”

Bibirnya hanya menyunggingkan senyum yang sepertinya dipaksakan.

“Di luar hujan deras. Sebaiknya kita makan dulu di sini sambil menunggu hujan reda”

Hampir semua bangku sudah terisi pelanggan. Aroma  lezatnya air kaldu memenuhi ruangan bersama udara yang dingin mengundang  rasa lapar. Suara pengunjung  yang saling bercengkerama menikmati obrolan hangat berpadu dengan riuh hujan yang kian menderas.

“Apa kau ingin ganti pesanan ?”

Dia hanya menggeleng. Wajahnya semakin pudar.

Pelayan telah selesai menyiapkan dua mangkuk bakso dengan taburan bawang goreng di atasnya, kemudian segera mengangkat dan meletakkannya di atas meja di depan gadis manis itu. “Bakso Pak Sunu  ini enak sekali rasanya. Coba kau bayangkan,  hampir setiap  kali aku makan di sini, selalu minta tambah”.

Kuperhatikan dari sini, perlahan gadis itu menikmati bakso pesanannya. Ujung sendok itu menyentuh bibirnya yang pecah-pecah. Bibirnya terbuka dan mengunyah pelan dengan muka berkerut seperti seorang pesakitan yang dipaksa menelan racun.  Sepertinya ia tak begitu menikmati bakso yang ada di mulutnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun