Mohon tunggu...
Wulan Ews
Wulan Ews Mohon Tunggu... lainnya -

Lahir dan dibesarkan di kota tapis berseri sebagai sulung dari dua bersaudara. Secara jujur mengakui bahwa ia mengalami kesulitan untuk melahirkan kata- kata, apalagi jika harus menuangkannya dalam bentuk tulisan, tapi ia mencoba untuk masuk ke dalamnya dan menikmati kesempatan untuk mengekspresikan diri, kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jum

12 Desember 2011   15:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:26 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jum si kembang desa Rejo Makmur. Ya, aku masih ingat gelarmu di masa lalu kita. Gadis ayu yang begitu lugu dan seolah tak terjamah peradaban yang telah kotor. Tapi itu dulu, Jum, saat kita berdua masih remaja. Sekarang gelarmu sudah bukan lagi si lugu. Kau telah menjelma wanita dewasa yang tau bagaimana menghasilkan banyak uang, bahkan dengan cara kotor sekalipun. Aku juga sebenarnya tak jauh beda denganmu. Aku mencari uang dengan cara yang tidak benar. Tapi aku tak menjual tubuhku, sepertimu. Bukankah setidaknya ada persamaan antara kita, Jum, tak bisakah kau terima kembali cintaku yang masih tetap bergairah untukmu. Aku masih memiliki rasa yang sama seperti dulu. Wajahmu selalu penuh amarah, tapi juga memancarkan birahi yang bergairah. Aku ingin memberimu birahi yang bergolak, bahkan lebih bergolak daripada sekedar candradimuka. Seperti gejolak cinta kita berdua beberapa puluh tahun yang lalukala kita masih remaja. Kau masih mengingatnya kan, Jum.

Aku tetap menanti putaran kuarsa hingga kau berada dalam pelukanku. Oh, Jum, kau terlalu jelita untuk membagi cinta dan juga tubuhmu. Jika kau telah jatuh ke pelukanku kembali seperti kala itu, takkan kubiarkan lagi kau bagi cinta dan juga tubuhmu.Sambutlah kedatanganku kembali dalam hatimu, tunggulah saat kau merasakan betapa yang kuinginkan adalah cinta yang utuh, sebulat purnama di langit malam. Aku memang hanya seorang pembunuh bayaran, tapi tak sedikitpun aku ingin membunuhmu meskipun kau berulang kali menolakku, Jum. Ya, setidaknya saat aku masih sabar untuk menantimu, aku takkan membunuhmu.

Kuambilsenpiyang biasa kupakai untuk menjalankan pekerjaanku sebagai pembunuh bayaran paling mahal di kota ini.Kubelai permukaannya perlahan, membuat debaran jantungku bedegub lebih cepat. Maaf, Jum, aku membayangkan seolah aku sedang mengelus-elus tubuhmu yang kulitnya kuning langsat dan kenyal seperti karet. Kuambil lap dan menggosok-gosokkannya pada senpiku agar tetap mengkilap. Entahlah, lap berwarna merah marun ini mengingatkanku pada warna kesukaanmu. Setidaknya, aku masih ingat bahwa kau pernah berkata, merah mewakili dirimu seutuhnya. Seolah menggambarkan gairah untuk terus berjuang dalam kehidupan yang pahit ini.

Kubelai permukaaannya yang lain. Ketika kusentuh pelatuknya, kurasakan debaran yang begitu cepat di jantungku. Kubayangkan jika kutarik pelatuk ini dan menghujamkan sebutir peluru emas yang kemudian merasai lembutnya kulit tubuhmu yang bagai sutera. Rasanya aku takkan butuh tenaga banyak untuk sekedar melesatkan sebutir peluru emas ke tubuh indahmu itu, Jum. Kau tau Jum, hatiku seperti teriris saat kulihat sinar matamu menatap mesra hanyakepada si sarjana muda anak haji Usup. Bukankah itu tidak adil. Dia bahkan bukan salah satu dari para lelaki yang pernah menikmati cinta yang kau berikan. Dia bukan salah satu lelaki yang pernah mengisi hatimu. Ya, memang, dia lebih tampan dari semua yang lelaki yang pernah menikmati cintamu. Apalagi yang tidak ia miliki? Ia anakhaji Usup, juragan dermawan terkaya di kampung ini. Dia menjadi rebutanserta impian semua perempuan. Termasuk dirimu, Jum. Sungguh, aku benci tatapan matamu itu. Dulu saat kita masih remaja, kau berjanji bahwa senyum manis dan tatapan mesra mata indahmu itu hanya untukku, tak terbagi dengan siapapun. Janji yang kita ucap di bangku kelas kala itu, kau masih ingat kan, Jum.

***

Tinggalhitungan hari lagi kau akan berada dalam pelukanku, Jum. Itupun kalau kau memang menepati janjimu padaku. Ya, setelah penantian panjang dalam guliran kuarsa, dalam kesunyian yang membuatku gila, akhirnya kau akan berada dalam dekapanku. Oh, Jum, kau terlalu jelita untuk membagi cinta dan juga tubuhmu. Sambutlah kedatanganku dalam hatimu, tunggulah saat kau merasakan betapa yang kuinginkan adalah cinta yang utuh, sebulat purnama di langit malam.

Lihatlah senpi berisi peluru emas ini. Mengkilat seperti nyala gairahku yang makin menggila. Gairah untuk memilikimu selamanya, Jum.Duh, Jum, takkan kubiarkan lagikau membagi asmara dan juga tubuh indahmu pada lelaki lain. Sambutlah kedatanganku dalam hatimu, tunggulah saat kau merasakan betapa yang kuinginkan adalah cinta yang utuh, sebulat purnama di langit malam. Tunggulah saat kubelai hitam rambutmu dan juga seluruh tubuhmu yang indah dan halus, lalu kita akan berpacu menuju puncak tertinggi. Dan disaat yang sama, akan kutarik pelatuk dan melesatkan peluru emas ini di perutmu yang halus bagaipualam. Aku ingin menikmati keindahanmu yng paling sempurna saat kau meregang nyawa di puncak asmara. Setelah itu, aku akan menarik pelatuknya sekali lagi dan melesatkan sebutir peluru emas yang kedua ke kepalaku sendiri. Kita akan mati bersama, Jum.

***

Oh, Jum, jangan kau buat aku mati dalam penantian akan cintamu. Ribuan deret kalender telah kulewati hanya untuk menantimu, gadis cinta pertamaku. Mestinyacinta dan tubuhmu hanya untukku seorang, bukan untuk kau bagikan dengan lelaki lain. Bukankah pululah tahun lalu saat kita remaja, telah kau ikrarkan janjimu padaku. Aku selalu mengingatnya, Jum. Bukankah dulu matamu selalubersinar bagai gemintang di langit malam setiap kali kita bersama. Senyummu juga selalu kau sunggingkan hanya untukku seorang. Ya, untukku, Jum. Bukankah kita selalu meraakan hasrat yang sama saat mata kta saling menatap mesra.Rupanya semua itu telah kau lupakan, Jum. Kau telah menjelma sesosok bimbi , bukan lagiJum yang kukenal puluhan tahun lalu saat kita masih remaja. Dulu, kau bahkan tak mengenal lelaki, pun segala hingar bingar dunia yang membuat gila. Kau hanya mengenal surau dan surau. Entahlah Jum, apa yang membuatmu melupakan semua itu.Duniamu telah berpindah entah kemana

Aku takkan membiarkanmu jatuh ke pelukan pria lain. Jum,kau terlalu jelita untuk membagi cinta dan juga tubuhmu. Jika kau telah jatuh ke pelukanku kembali seperti kala itu, takkan kubiarkan lagi kau bagi cinta dan juga tubuhmu.Sambutlah kedatanganku dalam hatimu, tunggulah saat kau merasakan betapa yang kuinginkan adalah cinta yang utuh, sebulat purnama di langit malam. Benar, waktu yang tersisa untuk kita berdua tinggal sebentar lagi, tapi aku bersumpah takkan membiarkanmu pergi begitu saja.Tak pelu resah Jum, kau akan tetap menjadi bunga desa Rejo Makmur, seperti yang selalu kau ucapkan lewat senyum dan tatap mata itu. Sejak dulu. Aku selalu mengingatnya Jum.

Jum, roman picisan puluhan tahun lalu telah mengkristal menjadi dendam. Mendekatlah padaku Jum, kekasihku. Aku ingin terus menikmati kehangatan cintamu, juga tatap mesra matamu. Sunggingkan senyum terindahmu, pancarkan tatapan mesra itu hanya untukku. Tuntaskan gairah cintamu. Sambutlah peluru emasku

Lampung, penghujung2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun