Mohon tunggu...
Wulan Maratus Soleha
Wulan Maratus Soleha Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

study now be proud later

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Realitas Penyebaran Radikalisme Melalui Media Sosial

16 Oktober 2024   09:40 Diperbarui: 16 Oktober 2024   09:55 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Freepik.com

Radikalisme merupakan pemahaman dengan pemaksaan tentang politik, sosial, dan agama. Dalam hal ini kita akan membahas mengenai radikalisme dalam agama. Pemahaman yang mendasar mengenai agama dengan fanatisme ini lah merupakan radikalisme agama. Di Indonesia radikalisme masih menjadi ancaman bangsa. Bentuk penyebarannya pun menyesuaikan perkembangan zaman.

Di era digital ini miliaran pengguna aktif media sosial di seluruh dunia seperti Facebook, Twitter, Istagram, dan Tiktok di jadikan alat yang sangat efektif oleh kelompok - kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi radikal.  mereka kepada khalayak luas terutama pada generasi muda yang menjadi pengguna utama media sosial. Media sosial memungkinkan penyebaran informasi yang cepat dan tanpa batas, baik informasi yang bersifat positif atau negatif.

Bentuk penyebaran radikal di media sosial  berupa video, gambar, dan meme yang dirancang dengan sedemikian rupa untuk menarik perhatian pengguna media sosial. Kelompok-kelompok radikal sering menggunakan simbol-simbol agama dan kebudayaan yang akrab bagi audiens mereka untuk menciptakan ikatan emosional dan memudahkan penerimaan pesan radikal.

Kemudahan akses dengan hanya meng-klik, dapat menyebar luaskan pesan-pesan radikal sehingga berjumlah ribuan bahkan jutaan orang seluruh dunia menerima pesan tersebut. Dengan fitur - fitur seperti share, like dan comment juga memungkinkan penyebaran pesan ini dengan luas dalam waktu singkat, menciptakan efek efek viral yang dapat mempercepat penyebaran ideologi radikal. Kelompok radikal dapat juga memantau dan merespons dinamika sosial dan politik secara real time. Mereka dapat menyesuaikan narasi mereka berdasarkan isu -- isu terbaru, mengeksploitasi ketegangan sosial dan politik untuk memajukan agenda mereka.

Alogaritma media sosial yang dibuat untuk menyajikan konten yang akan ditampilkan di feed pengguna. Alogaritma ini bekerja dengan cara mengelolah data aktivitas pengguna secara sistematis dan terstruktur. Tujuannya adalah agar dapat memfilter, memilih dan merekomendasikan konten yang relevan dan disukai oleh pengguna. Hal ini juga berperan dalam penyebaran ideologi radikal, dimana pengguna media sosial yang terpapar konten radikal bisa terus-menerus mendapatkan konten serupa sehingga memperkuat pandangan radikalisme kelompok-kelompok radikal.

Media sosiaal juga memberi kemudahan dengan adanya anonimitas dan bot . Anonimitas merupakan keadaan di mana identitas seseorang disembunyikan atau di palsukan dan tidak diketahui oleh orang lain.anonimitas ini menarik bagi individu - individu yang ingin menyebar kan ideologi radikal tanpa menghadapi konsekuensi hukum atau sosial. Hal ini yang membuat pemerintah kesusahan untuk mengawasi dan mengatasi penyebaran ideologi radikal menjadi sulit.

Sedangkan bot sendiri adalah progam yang menjalankan tugas secara otomatis, berulang dan telah ditentukan sebelumnya. Bot ini dapat membuat seolah -- olah narasi radikal didukung oleh banyak orang, menciptakan ilusi dukungan luas dan validasi. Mereka juga dapat menyerang individu atau kelompok yang menentang ideologi radikal, membuat lingkungan yang intimidasi dan membungkam paparan terhadap pandangan yang berbeda.

Selain kemudahan akses informasi, media sosial juga di jadikan alat penyebaran ideologi radikal oleh kelompok -- kelompok radikal dengan pengrekrutan online dan kolaborasi antar kelompok radikal lintas negara. Mereka menargetkan kepada individu -- individu yang rentan dengan menawarkan rasa komunitas, tujuan hidup dan identitas yang kuat. Mereka juga memanfaatkan ruang obrolan, grup tertutup dan forum online untuk membangun hubungan personal dan memperdalam penanaman ideologi radikal. Hal ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kelompok radikal untuk mengkristal.

Kolaborasi antar kelompok radikal lintas negara melalui media sosial memungkinkan mereka berbagi strategi, ideologi dan sumber daya. Mengingat jangkauan media sosial yang  sangat luas dan cepat membuat kelompok -- kelompok radikal ini leluasa untuk berkomunikasi dan berkoordinasi secara global, sehingga memperkuat jaringan mereka dan memperluas jangkauan ideologi radikal.

Dari paparan di atas menunjukan jejak digital yang kuat dari media sosial sebagai faktor pendorong  dan sarana komunikasi. Dari proses radikalisasi, perencanaan, hingga eksekusi, media sosial menjadi bagian integral yang tidak terpisahkan. Disisi lain, pemerintah dan organisasi masyarakat sipil berjuang keras untuk membatasi penyebaran konten radikal di media sosial. Tetapi hal ini tidak mudah, banyak upaya yang dilakukan salah satunya dengan cara pemblokiran atau penghapusan konten radikal namun diikuti kembali dengan munculnya saluran atau platform baru yang digunakan kelompok radikal.

Diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih selektif dan kritis terhadap informasi atau konten yang ditemui di media sosial. Baik individu atau kelompok bisa menjadi pelaku atau korban dari informasi atau konten radikal. Oleh karena itu, masyarakat harus diajarkan untuk lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi informasi. Upaya yang dapat dilakukan yaitu sosialisasi aturan penggunaan media sosial, sehingga masyarakat memahami hak dan tanggung jawabnya dalam dunia digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun