Mohon tunggu...
Wulan Kanti Fitrani
Wulan Kanti Fitrani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Writing is my way showing arguments

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Haruskah Semua Serba Materi?

4 April 2013   19:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:44 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya dalam bahasa Indonesia penulisan judul diatas tidak efektif karena mengandung kata tanya. Tetapi yang saya ulas disini bukan dari sudut penulisan judul yang harus sesuai eyd, melainkan sesuai dengan kalimat judul di atas hehe.

Sedikit sharing sebentar. Hari ini seharusnya menjadi hari pertama saya dalam menjalani UTS (Ujian Tengah Semester). Aturan dalam kampus saya memang begitu ketat, semua mahasiswa diwajibkan untuk datang pada waktunya serta berpenampilan sesuai aturan. Jika melanggar akan dikenai sanksi. Kebetulan hari ini saya mendapat acccident kecil. Untuk mengejar ketertinggalan itu, menuju kampus saya lari-lari mengejar waktu. Sampai akhirnya jam kampus menandakan saya telat dua menit. Hanya dua menit! Yang jika dilihat dengan mata, jarum jam tersebut masih diangka satu. Namun aturan tetaplah aturan, mau mengemis seperti apapun tidak mendapat toleransi. Terpaksa saya harus mengikuti ujian susulan serta dikenakan denda seratus ribu rupiah. Ya seratus ribu. Bukan besaran nilainya. Namun sanksi tersebut tetaplah mengandung materi. Yang saya pertanyakan harus kah sistem penegakan selalu bernilai materi? Jika dalam akuntansi sektor publik, universitas. Akan masuk kemana kah dana itu? Dana Terikat? Dana Terikat Sementara? Atau Dana Terikat Permanen? Entahlah. Disini saya tidak akan membahas akuntansinya.

Dari situ saya sempat berbincang dengan salah satu staff di kampus saya. Dalam obrolan itu, beliau mengatakan bahwa semua yang ada dalam realita kita itu bernilai materi bukan hanya sekedar moral. Manusia akan memperhitungkan semua aspek jika berhadapan dengan materi. Dari situ saya paham maksudnya. Meskipun beliau memberikan peryataan secara umum, ujung-ujungnya menyenggol kejadian yang baru saya hadapi akan denda seratus ribu itu. Ya memang benar karakter masyarakat kita baru akan jera jika dikenai sanksi dengan yang bernilai materi. Seperti kasus tilang saja, jika tidak dikenai harus membayar sejumlah tertentu mungkin akan semakin banyak pengguna lalu lintas yang seenaknya tidak memakai helm ganda, tidak bawa sim/stnk, dll.

Ya jadi kesimpulannya mengubah karakter masyarakat Indonesia dalam memberikan efek jera itu masih sangat sulit  jika tanpa materi. Yang menjadi evaluasinya, bisakah menyadarkan masyarakat dalam menegakkan aturan tanpa harus bernilai serba materi? Ya disitulah tugas untuk para pembuat kebijakan tanpa diselewengkan oleh pihak oportunis. Misalya dalam kasus saya, bisa saja universitas memberikan sanksi dengan memberikan ujian susulan berbeda soal dan memberi tanda blacklist kepada mahasiswa tersebut. Is it fair enough?

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun