Mohon tunggu...
wulandjariela
wulandjariela Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eloknya Keberagaman di Salatiga

14 Juni 2017   10:38 Diperbarui: 14 Juni 2017   13:12 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca Koran Kompas tanggal 14 Juli Tahun 2017, tercatat bahwa pada tahun 2017, kata "Pancasila" telah muncul dalam pemberitaan Koran Kompas sebanyak 454 kali sejak awal Tahun 2017 sampai tanggal 13 Juni 2017. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kata "Pancasila" tidak muncul sebanyak tahun 2017. Seperti di tahun 2016, kata "Pancasila" muncul sebanyak 631 kali, sedangkan tahun 2014-2015 sebanyak 491 kali, dan pada tahun 2013 muncul sebanyak 408 kali. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa saat ini kata "Pancasila" memang sedang menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan. Banyak yang menilai jika saat ini, nilai nilai Pancasila sudah mulai luntur, muncul intoleransi karena beragam perbedaan.

Beruntung, tinggal di Kota Salatiga yang merupakan Kota Toleran Kedua se-Indonesia versi Setara Institute, membuat kami tidak merasakan lunturnya pemahaman akan Pancasila. Jika di wilayah lain ada kekacauan terkait perbedaan suku, agama, ras, maupun golongan, di Salatiga tidak. Masyarakat tetap hidup rukun, tenang, dan damai seperti hari-hari biasanya. Padahal bisa dibilang bahwa Kota Salatiga merupakan "Indonesia Mini", kota kecil, tetapi didiami oleh puluhan suku yang berbeda dari seluruh Indonesia, belum lagi ratusan warga asing yang berasal dari berbagai belahan dunia. Perbedaan tersebut bisa saja membawa Kota Salatiga dalam pertikaian antar masyarakat, tetapi tidak, Kota Salatiga justru tetap memegang nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika dan menciptakan kedamaian tanpa adanya gesekan yang berarti.

Seperti pemandangan yang terlihat pada tanggal 3 Juni 2017, warga RT 06 Perumahan Argomas Timur Salatiga menyusun berbagai macam makanan diatas alas daun pisang. Salah seorang warga menjelaskan bahwa RT 06 akan mengadakan buka puasa bersama. "Kami mau mengadakan buka bersama sekaligus meresmikan polisi tidur yang dibuat di ujung gang itu. Nah, menu berbuka puasa berasal dari sumbangan tiap rumah di RT ini,". Mendengar kata buka bersama, pasti muncul dalam pikiran kita jika acara tersebut terselenggara dari dan untuk warga Muslim, tetapi ternyata tidak.

"Semua warga ikut buka bersama, berasal dari agama apapun, suku manapun, mau yang warga tetap atau warga ngontrak semua harus ikut. Di tempat kami tidak ada sekat, malah ada warga Katholik yang membantu menyumbang ayam goreng, dan warga Kristiani yang membantu menyumbang nasi. Kalau di tempat kami semuanya rukun, damai," ujar Agustin, salah seorang warga yang sore itu terlihat sibuk menata tempat. "Saya tidak keberatan menyumbang, karena apa yang saya sumbangkan saat ini tidak lebih mahal dari persaudaraan yang telah kita jalin selama ini," kata Danang, warga non muslim yang tidak merasa terpaksa turut menyumbang dan membantu menyiapkan buka puasa bersama. Setali tiga uang dengan Danang, Maria Rina, seorang warga non muslim juga mengatakan iklas membantu atas dasar kebersamaan. "Saya tidak memikirkan soal agama, saya hanya merasa kalau saya bagian dari mereka," katanya.

Pukul 17.15 warga sudah memenuhi tempat diadakannya buka bersama, mereka bersama-sama duduk bersila menghadap menu berbuka yang telah tersaji. Dalam sambutannya, Ketua RT 06 mengucapkan terima kasihnya kepada segenap warga yang kompak, rukun, dan saling membantu. Dirinya berharap agar kerukunan dapat terus terbina dan tidak ada sekat antar masyarakat. Acara dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin Wakil Ketua RT 06, dalam doanya beliau mengatakan "jauhkanlah kami dari kebencian, dan permusuhan, dan jagalah kami untuk menjadi warga masyarakat yang rukun dan harmonis", dan kemudian diaminkan oleh seluruh warga yang hadir.

Sirine berbunyi, tanda untuk mengakhiri puasa hari ini. Dengan penuh canda tawa semua warga makan bersama, warga yang tidak berpuasa mempersilahkan dan melayani warga lain yang berpuasa. Sungguh pemandangan yang indah dan menyejukkan mata ketika setiap perbedaan dapat berbaur menjadi satu, memberikan cinta dan kasih kepada sesamanya tanpa sekat yang dapat merusak Bhineka Tunggal Ika. Sungguh, bersyukur dapat tinggal di Kota Salatiga, Kota Toleran, Kota yang menjunjung tinggi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Semoga selalu terjaga keharmonisannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun