tarian tradisional Haka di ruang sidang parlemen pada 16 November 2024. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap rancangan undang-undang (RUU) yang dinilai berpotensi merugikan masyarakat Māori.
Hana-Rawhiti Maipi-Clarke, anggota parlemen muda dari Te Pāti Māori di Selandia Baru, menjadi perbincangan hangat setelah aksinya memimpinRUU kontroversial tersebut kabarnya akan membatasi hak-hak penduduk asli Māori, termasuk revisi terhadap perjanjian bersejarah dengan pemerintah Inggris. Dalam aksi protesnya, Hana menggunakan bahasa Māori, memimpin tarian dengan gerakan tegas, serta menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya melindungi hak-hak adat.
Tarian Haka, yang biasa digunakan sebagai simbol persatuan atau ekspresi perlawanan, mempertegas sikap Te Pāti Māori. Protes ini tidak hanya berlangsung di parlemen, tetapi juga meluas ke jalan-jalan dengan dukungan masyarakat adat. Aksi ini mendapat beragam tanggapan, ada yang mengapresiasi keberanian Hana, namun ada pula yang mempertanyakan apakah protes seperti ini pantas dilakukan di ruang sidang.
Apa pun pandangan orang, aksi Hana membawa perhatian besar terhadap isu hak masyarakat Māori di Selandia Baru, menunjukkan bahwa perjuangan adat masih relevan di tengah modernisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H