Kadang secara nyata kudengar suaramu tiba-tiba, susah payah mencari sana-sini tak ada. Ternyata sosokmu sudah sirna dari hadapan dan genggaman, lucu bukan?
Kadang kulihat punggungmu lewat di depan mata, tapi salah orang, ternyata hanya haluan. Berulang kali kutampar diri, mulai menggunakanmu untuk pengusir sepi, ternyata benar, ini penyakit rindu, memikirkan hal-hal yang tak benar-benar terjadi, apa dayaku selain merapal bayangmu?
Lalu kusampaikan pada bulan malam itu, aku rindu. Suaramu, sorot matamu, dan sapaan dengan senyuman itu.
Namun, kini semua sudah hilang, sirna dari hadapan, bagaikan tertahan di awan lantas menguap, lenyap tanpa pernah kembali memelukku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H