Sudah lama rasanya tanah ini tidak diguyur hujan, sudah kering kerontang, berdebu dan juga rapuh, kasihan beberapa tanaman liar sudah layu bahkan sudah tak mampu bertahan hidup, kok tanaman liar aja, memang tanaman yang di pelihara ga ada? Jawaban nya ada tapi bukan di sini, dia di sana di tempat dimana dia layak untuk hidup dan di tangan yang tepat, jikalau berada di tanganku mungkin tanaman itu umurnya hanya singkat, sesingkat pertemuan kita.
Hari itu matahari cerah, sama seperti hari-hari sebelumnya tidak ada tanda-tanda akan hujan, dan seperti biasa tidak ada yang menarik di hari itu, pergi kuliah-presentasi-tugas kelompok-praktikum-kerja-pulang. Namun, ada yang sedikit berbeda di layar ponselku, notifikasi membuat dadaku sesak, sebuah chat dari nomor yang tidak dikenal mengirimku sebuah pesan kamu belum berubah juga ya. Aku langsung menargetkan dia adalah orang yang sama 2 tahun yang lalu, memori 2 tahun lalu kembali bertamu membuat rahangku mengeras, aku langsung menepis dan beramsumsi tidak mungkin dia, aku sudah menukar semua data pribadi hingga berpindah tempat, ponselku berdering sekali lagi menampilkan notifikasi chat dari nomor yang sama  kapan kamu mati? Jlebbb fix dugaan ku tidak salah, dia memang orang 2 tahun yang lalu, jujur orang ini sangat menyebalkan, aku tahu dia hanya bermaksud bermain-main, namun satu hal yang pasti ini  adalah kode bahwa dia telah kembali, dasar manusia keras kepala, dari sudut mana lagi aku harus bertahan.
Dalam perjalanan pulang suasana berubah mencekam, langit yang paginya cerah sekarang malah mendung, gemuruh petir terdengar sahut-sahutan, aku yakin sebentar lagi hujan akan turun. Akhirnya hujan benar-benar turun sederas-derasnya, hujan pasti mendengar rintihan tanaman liar dan tanah yang sudah diambang kehidupan. Aku teringat satu hal, membeli mie instan untuk adikku yang katanya akan maraton drakor, kepada siapa lagi adikku akan meminta? Orang tua? Entah mereka masih peduli kami sudah makan atau tidak, menanya kabar pun tidak pernah, apa itu sungguh menyedihkan?Â
Setiba di halaman rumah aku merasakan hal aneh, suasana juga mendukung dengan keanehan ini, hujan yang masih turun disertai angin meronggoki tubuhku, semua lampu di rumah mati, ah mungkin karena hujan jadi listriknya padam, gumamku. Saat membuka pintu aku mencium aroma citrus, aku tahu aroma ini, wajahku pucat pasi, jantungku berdetak kencang, pikiranku panik, tanpa berpikir panjang aku langsung bergegas mencari adikku, aku tahu seseorang telah memasuki rumah ini, dan dia adalah orang 2 tahun yang lalu, aku tahu waktu ini akan tiba, aku tidak kuasa menahan amarah yang menggebu-gebu, sial aku tidak bisa melihat apapun, umpatku dalam hati, aku mencoba meraba-raba agar tidak jatuh tujuanku harus ke kamar adikku, memastikan adikku ada dan aman di sana, aku yakin adikku pasti akan bersembunyi karena dia sudah ku beri tahu semenjak kejadian itu.Â
Aroma citrus nya semakin kuat ketika aku hampir sampai di kamar adikku, jaraknya kurang lebih 2 meter lagi, aku sudah bersiap-siap dengan pisau lipat di tanganku, bersiap-siap untuk kemungkinan buruk yang terjadi, saat maju selangkah aku jatuh terpeleset tepat punggungku yang mendarat duluan, badanku terasa terhempas, rasanya remuk, disaat yang bersamaan pintu kamar adikku terbuka melihatkan sosok bertopi dengan tubuh jakungnya dan terlihat sangat jelas dari kilatan petir, aku tahu persis sosok itu, dia menatapku dengan tatapan merendahkan, dia mulai mendekati ku berbisik ke arah telinga ku ini yang aku tunggu, setiap konsekuensi tidak ada yang sembarangan seketika tamengku roboh, air mataku deras sejadi-jadinya, apa adikku.... aku tak kuat lagi membayangkan itu, aku berteriak mengerang tak karuan. Aku benci suara hujan dan kegelapan seperti ini, persis momen 2 tahun lalu dimana membuatku muak dan menyimpan dendam yang mendalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H