Mohon tunggu...
wulan sybil
wulan sybil Mohon Tunggu... profesional -

Saya adalah anak Adam yang menurut orang-orang bilang, anak gak jelas. karna ayahnya orang Jogja, ibunya orang Surabaya, tapi aku dilahirkan dan besar di Sulawesi. hmm.. mungkin aneh juga sih, tapi coba berpikir realistis, gak salah kan kalo orang tuaku siapa tau aja dulu tinggal di Jakarta, trus rumahnya kebanjiran terus, ya.. jadinya pindah aja ke Sulawesi yang banyak pegunungannya. dan sebentar lagi Sulawesi juga pohonnya dah banyak yang nebang, pindah ke mana lagi ya...?

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tuhan, Berikan Kehidupan untuk Davi

25 Juni 2010   07:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:17 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tak tau lagi harus berbuat apa. Kandungan di perutku sudah semakin bertambah besar. Oh Tuhan, maafkan aku. Di saat seperti ini aku baru mengingatmu. Tolong hambamu ini ya Allah, lemahkanlah hati lelaki yang kucintai itu. Mengapa di saat seperti ini aku harus ditinggalkanya. Ke mana kau sekarang ardi? Tidak ingatkah kau dengan apa yang telah kau katakan padaku. Tidak ingatkah kau apa yang telah menjadi janji kita?

Ardi, datanglah Ardi. Anak ini membutuhkan ayah yang bertanggungjawab. Haruskah aku menyesal dan menangisi atas apa yang telah aku lakukan? menyesal jika aku mengingat telah mencintaimu. Telah menerima dirimu di tempat yang paling dalam di kehidupanku. Tidak, aku tidak pernah menyesal telah mencintaimu. Aku akan tetap menunggumu.

Apa hanya masalahmu dengan orang itu kamu harus meninggalkan daging yang telah tumbuh subur ini. Aku tak tega untuk membunuhnya saying. Karenaaku begitu yakin sewaktu kau melarang untuk menggugurkan kandungan ini. Aku yakin kau akan bertanggungjawab. Sepertisuami-suami yang sangat menyayangi istri dan buah hatinya.

“Nia, jangan gugurkan bayi ini, aku mohon, apa pun yang terjadi. Dosa Ni…ingat, aku akan segera kembali untukmu”

Ardi, dulu aku takmudah menerima cinta dari lelaki mana pun. Tapi aku tak dapat menolak cinta darimu dengan mudah, apa pun cara yang kulakukan untuk menolakmu di hatiku, aku takbisa. Sehingga aku pun harus menghadirkamu dalam setiap catatan hatiku. Bahwa saat itu, ada nama yang harus aku sebut di setiap hari-hariku.

***

Mungkin kamu memang menggunakan gaya pacaran anak ingusan. Tapi mungkin juga itu sudah watak yang memang kau miliki. Aku suka itu. Kamu sangat romantis. Jam tiga kamu sudah membangunkanku untuk bangun pagi, sholat malam, belajar. Solat subuh, masak, dan yang terahir, jangan lupa mengucapkan selamat pagi sama pacar yang kamu cintai lo…

Hmm… so sweet menurut anak sekarang. Tapi memang itulah yang ada pada sosok Ardi. Lelaki ini selalu menyayangiku dengan gaya-gaya khasnya.

“sayang, kamu lagi di mana”? hmm.. khas tulisan smsnya..

“aku sudah di mobil angkot mau pulang, kenapa”?

“gak kok, aku cuma khawatir aja, mau hujan deras nih… tunggu aku ya.. aku akan bawakan payung daun pisang untukmu”

Yah.. anak-anak banget memang. Padahal umurku sudah dua puluh tahun, dan umur Ardi juga sudah dua puluh dua tahun. Tapimemang itulah yang terjadi pada cintaku.

***

Aku sangat bahagia hari ini. Aku tak pernah keluar jalan-jalan malam sebelumnya. Tapi, malam ini aku bahagia, karena aku jalan berdua dengan orang yang aku sayangi. Walaupun acara jalan-jalannya hanya makan malam lalu mengunjungi temannya, namun itu sudah menjadi hal yang sangatistimewa bagiku.

Aku banyak mengenal teman-teman Ardi, seperti Bayu, Dodi, Soni dan teman-teman lain di tempat kerjanya.Ardi memang sosok yang mandiri. Dia kuliah sambil kerja di sebuah kantor swasta yang gajinya cukup untuk menghidupi dirinya. Beruntung karena sudah tak begitu erepotkan orang tua.Aku juga mengetahui tempat tinggal teman-teman Ardi. Bahkan, malam ini aku sedang berada di rumah Dodi. Rumah yangberada di kawasan elitdan sangat besar namun sepi. Rumah yang sangat bagus dan megah, namun senyap karena tak ada orang tua Dodi di rumah. Orang kaya memang selalu sibuk, sehingga tak dapat menikmati kekayaannya.

Rumah ini mmeberi kesan bahwa pemiliknya pasti bukan sembarang orang. Dinding rumahnya dilengkapi dengan hiasan yang pasti sangat mahal-mahal harganya, setiap sudut ruangan di lengkapi dengan AC kecuali dapur dan teras belakang. Adakolam renang , dan taman buah di halaman belakang. Aku sangat menyukai taman buah di rumah Dodi. Buah-buahannya lumayan banyak, lengkap, dan terawat dengan baik.Di samping pohonmangga dan pohon manggisada bunga anggrek yang menjalar dari pohon jeruk. Bunga anggrek bulan yang sangat indah. Apalagi malam ini terang bulan. Hmmm menambah suasana hati yang bahagia. Selain itu ada pula pohon anggur yang menjalari atap rumah-rumahan yang sengaja di buat untuk duduk-duduk bersantai keluarga Dodi.

“Di, malam ini nginap di sini aja ya.. mamaku gak pulang sampai besok, tadi dia yang bilang biar aku betah di rumah kamu nginap di sini saja”

“yah Dod, aku kan bawa Nia nih, gak bisa lah”

“Gak papa, di sini kan banyak kamar, lagian malam ini kan malam minggu, besok gak ada kuliah. Kalian nginap aja ya..?” Dodi terus merengek agar kami menginap di rumahnya.

“Gak bisa dong Do, nanti aku dibilang perempuan apa dong nginap di rumah laki-laki” aku turutsumbang suara.

“ aduh Ni, kamu kan sudah kenal dengan mamaku, Dia tau kok kalo kamu mau nginap di sini, ya Dod, ayo dong nginap di sini. Apa susahnya sih, kali ini aja kamu nginap di sini sama Nia. Oke?”

“ Nia, kita nginap di sini ya?, kali ini aja. Anggap aja ini rumah kita berdua, Dodi ngontrak di sini”

“hahaha…” serentak kami tertawaa bersamaan.

***

Malam itulah, malam yang paling membuatku takut seumur hidupku. Aku tak pernah menyangka akan terjadi hal seperti ini. Jika aku tak menginap di rumah Dodi, pasti hal ini tak akan pernah terjadi. Aku memang malam itu tidur di kamar khusus untuk tamu, namun ketika malam mulai larut, sekitar jam sebelas, aku mendengar orang mengetuk pintu kamarku. Aku yakin itu pasti Ardi. Aku sempat was-was dan takut untuk membukakan pintu, namun aku tetap membukakan juga pintu untuknya. oh.. ternyata bukan Ardi, tapi Dodi. Alangkah terkejutnya aku.

“ada apa Dod?” tanyaku penasaran.

“oh.. ini Ni,aku bawaain susu buat kamu, aku kan tuan rumah, jadi harus menghormati tamuku dong…” jawabnya dengan sumringah.

“oh… aku kira apa, repot-repot banget sih Dod, makasih ya… eh, Ardi sudah tidur? Tanyaku basa basi.

“sudah, itu orangtumbenan juga cepat tidur, padahal biasanya tidurnya malam”

“o.. ya udah kalo gitu makasih ya susunya”. Aku kembali menutup kamarku.

“oke, jangan lupa susunya di minum ya…?”

Begini rupanya gaya hidup orang kaya. Kenapa Ardi cepat banget tidur ya? Harusnya nelfon kek, atau sms aja. Ucapin selamat malam. Masa main tinggal aja.

Aku kok ngantuk banget ya… kepalaku pusing. Ah.. aku tidur saja sekarang.

***

Tidaaak, apa yang terjadi padaaku, mana bajuku, mana , mana! Ya Allah, apa yang terjaadi padaku. Hanyaa ada selimutdi tubuhku, hanya selumut ini yang menutupi tubuhku. Apa yang telah terjadi ya Allah, aku melompat dari kamarku mengenakan bajuku cepat-cepat. Aku malu. Kuperksa kamar. Aneh, masih terkunci. Aku menangis sejadi-jadinya. Apa yang telah terjadi padaku. Aku tak rela jika benar hal yang aku takutkan itu terjadi padaku. Tidak, Tidak, ini tidak benar. Pagi itu pula dengan mata yang sudah tak begitu bengkak, aku langsung mintaArdi untuk mengantarku pulang. Ardi pun tak banyak bicara, dia hanya menuruti permintaanku. Aku tak bisa berpikir lagi, rasanya badanku tak memiliki tulang belakang lagi. Ingin rasanya luruh badanku ini.kepalaku jadi nyut-nyutan di buatnya.

“loh, kok cepat pulangnya Ni, tunggu dulu dong, masih pagi banget” Ardi terlihat penasaran.

“gak papa Di, aku pulang dulu, makasih ya semuanya” aku tak banyak lagi basa-basi, seluruh pikiranku seperti kosong dan tak tau harus berbuat apa. Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya!”

***

Ya Allah, mana laki-laki itu, laki-laki yang teramat aku cintai. Anak ini sudah berumur empatbulan. Tapi kenapa dia belum datang juga. Aku masih ingat ketika kamu melarangku untuk menggugurkan kandungan ini. Aku bahagia, dan aku yakin kamu adalah laki-laki yang bertanggungjawab. Walaupun,.. walaupun.. oh aku tak tau. Tuhan tolong hambamu yang berdosa ini.

Mungkin, jika aku dapat merawat anak ini, bayi lelaki mungil yang kuberi nama Davi ini. Aku akan merawatmu sayang. Aku sangat menyayangimu. Kamu bayi yang sangat lucu dan tampan. Jika aku tau bagaimana menanggung beban yang sungguh tak tau lagi di mana aku harus mencari jalan keluarnya. Belum lagi bila Ibuku di kampung tau. Aku sangat malu dengan hal ini. Maafkan aku anakku, bukan berarti aku malu memperlihatkanmu, tapi aku malu pada perbuatanku. Aku tak sanggup melihat senyum ibu manjadi air mata. Aku sudah ditinggal ayahku ketika berumur tujuh belas tahun, ayahku menitipkan pesan agar aku selalu menjaga dan menyayangi ibu, menjaga diri sendiri sepeninggalnya. Tapi, apa yang aku berikan ini adalah sesuatu yang tak pernah dibayangkan oleh orangtua mana pun. Aku juga tak ingin ini terjadi Ibu, maafkan aku Ibu.

Tapi sekarang keadan lain, aku tak bisa lagi merawat anak ini. Aku harus berjuang, dan aku harus menemukanmu Ardi, kamu harus merawat anak ini, aku tak bisa lagi merawatnya. Maafkan aku harus memaksamu merawat anak ini. Karena hanya kamu satu-satunya harapanku. Di tempat pengungsianku sementara ini, aku tak bisa berbuat apa- apa dan ke mana-mana. Tapi, aku harus mencarimu. Di mana kamu sekarang. Aku harus menemuimu.

Apa… kamu tak lagi datang menemuiku karenaayahmu tak menyetujuiku? Ya Allah, perempuan seperti ini memang tak pantas untuk ardi. Tapi, aku mohon, aku sudah tak memiliki harapan lagi selain dia.

Ya, aku memang selalu ragu jika mengingat hal ini, aku takut kehilangan Ardi. Dia pernah mengatakan bahwa Ayahnya belum menyetujui jika harus menikah secepat ini. Masih banyak yang harus diselesaikan sebelum menikah. Tentunya harus ada kesiapa untuk menafkahi istri dan anaknya kelak. Walaupun aku tak pernah menuntut dan berharap lebih. Aku hanya ingin meitipkan Davi, dan aku juga harus memikirkan nasib dan masa depan Davi. Aku akan menitipkan anak ini untuk sementara pada Rani. Aku harus menemui Ardi, waktuku tak banyak lagi.

***

“Apa! Allahuakbar, Innalillahi wainna ilaihirojiuun…Bu, apa benar itu terjadi, ibu bohong kan?. Aku tidak percaya, aku tau Tante bohong karena Tante dan omtak pernah menyetujui kami, tapi aku sudah punya anak, dan Ardi sudah berjanji untuk menikahiku tante. Tante pasti bohong. Semua ini agar aku tak berhubungan lagi denga Ardi kan? Tante tolong pertemukan aku dengan Ardi Tante… aku mohon”. Aku tak bisa lagi menahan air mataku. Aku menangis sejadi-jadinya di pelukan tante Reni, Ibu Ardi.

“Tantetidak bohong nak, Ardi telah tiada…” tante Renitak dapat lagi menahan air matanya. Tumpahlah sudah.

“tapi, kenapa bisa terjadi Tante..” aku semakin terisak dan tak mampu lagi menahan suara ini agar tak pecah.

“ibu juga tak tau apa penyebabnyaa, beberapa bulan yang lalu, Dia memang meminta untuk dinikahkan, tapi ayahnya tetap berkeras untuk menolaknya. Dia harus sukses dan mempunyai pekerjaan yang mapan baru boleh menikah. Dan puncaknya adalah dua bulan yang lalu.Waktuitu Dia masih saja mendesak meminta restu kami, namun ayahnya masih tak berubah. Dan setelah itu Dia mengendaraai mobil sendirian. Ibu tak tau dia mau ke mana, tapi Ibu juga baru tau setelah ada telepon dari kantor polisi yang menyatakan hu..hu…u..” ibu tak dapat lagi meneruskan kata-katanya.

“jadi, Ardi tetap mau bertanggungjawab padaku, oh… maafkan aku Ardi. Kalau aku tak memintamu untuk menikahiku mungkin ini senua tak akan menimpamu, ya Allah, bagaimana nanti nasib anakku’

“sudah nak, sudah, kita masu dulu yuk…” ajak tante Reni.

***

sejak saat itu, aku tak tau lagi harus melakukan apa. Satu-satunya yang membayangiku adalah nasib anakku. Akan kukemanakan Davi jika aku telah tiada nanti? Aku tak bisa menelantarkan anakku. Mengapa iniharus terjadi padaku?.

Aku tak akan seperti ini jika Dokter tak memfonisku kanker rahim . ini semua dikarenakan aku kurang melakukan perawatan dan pemeriksaan setelah melahirkan. Mana mungkin aku bisa melakukan perawatan, sementara uang pun aku harus brhemat dengan sisa uang yang aku punya dari orang tua dan tabunganku sewaktu honor di bimbingan belajar dulu. Darah kotor yang tersisa di rahimku akhirnya mngendon menjadi kanker yang menggerogotinyawaku satu per satu.

Maafkan aku Ardi. Aku juga akan menyusulmu tak lama lagi. Seharusnya aku memang tak mengharapkan kamu. Kamu tak seharusnya bertanggugjawab atas masalah ini. Seharusnya, bukan kamu yang bertanggungjawab atas anak ini. Ya, bukan kamu Ardi, tapi Dodi, dodi……..!

Malam itu, Dodilah yang membuatmu cepat tidur, dan dia memberikan obat di susu yang Dia berikan padaku, sehingga kesadaranku hilang. Aku masih dapat mengingat sedikit bayang-bayang kejadian pada malam itu. Huuuuu…..bukan Ardi yang masuk ke kamarku, tapi Dodi. Dodi brengsek kamu Dod, kamu jahat. Kenapa juga aku tak menaruh curiga sedikit pun padamu waktu itu Dod…Kenapa kamu tak sedikit pun mau bertanggungjawab Dod, kenapa kamu justru kabur bersama orang tuamu di Australia?. Manusia sepertiapa kamu Dod?. Aku yakin, suatu saat kamu juga akaan merasakan apa yang aku rasakan saat ini Dod, bahkan lebih dari yang sekedar kamu lakukan.

Bagaimana jika Ayahku yang di sana malihatku. Aku malu padamu Ayah. Aku minta maaf, sudah menambah berat siksaanmu. Tapi aku juga tak berkehendak seperti ini Ayah. Jika aku bisa memilih, maka aku lebih baik mati Ayah. Karena sebentar lagi pun aku akan mati juga. Tapi, bagaimana dengan Ibu. Oh.. Ibu, maafkan anakmu yang durhaka ini Ibu. Aku tak bisa berbakti padaamu, walaupun hanya sekedar membuatmu tersenyum atau menjaga nama baikmu. Aku tak pantas menjadi anakmu.

Sampai kapan aku akan menangisi nasibku? Dengan menangis, jalan ini pun akan tepap buntu. Walaupun tante Reni sudah mengataakan aku boleh membaawa anakku ke rumahnya, tapi bukan beraarti Dia mau merawat Davi. Karena aku telah mengatakan yang sebenarnya. Davi bukan anak Ardi.

Mata ini sudah terlalu banyak menangis. Mana diriku yang dulu. Nia yang selalu fokus pada kuliah dan memperhatikan tugas-tugasnya. Sekarang, jangankan mengerjakan tugas, kuliah pun aku tak tau sudah di DO atau belum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun