Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, artinya manusia merupakan satu kesatuan antara aspek jasmani (fisik) dan rohani (psikologis) yang tidak dapat dipisahkan. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial artinya, tidak ada seorang manusia pun yang dapat hidup tanpa adanya peran dari manusia lainnya. Dalam kegiatannya tersebut manusia akan selalu membutuhkan orang lain dan membutuhkan wadah untuk melakukan kegiatan tersebut. Wadah inilah yang kemudian dikenal sebagai ruang berinteraksi bagi individu baik secara individu maupun secara berkelompok.[1]Â
Di dalam ruang berinteraksi, terjadi proses interaksi sosial yang di dalamnya juga terdapat proses komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Komunikasi diartikan sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak; perhubungan.[2] Dari definisi tersebut, dapat dimaknai bahwa di dalam proses komunikasi terjadi pertukaran/penyampaian "pesan" berupa informasi antara pihak-pihak yang berinteraksi. Untuk menyalurkan informasi-informasi tersebut, maka diperlukan adanya suatu alat/media.Â
 Menurut  Depdiknas  (2003)  istilah  media  berasal  dari  bahasa  Latin  yang  merupakan bentuk jamak dari "medium" yang secara harafiah berarti  perantara  atau  pengantar.  Makna umumnya  adalah  segala  sesuatu  yang dapat  menyalurkan  informasi  dari  sumber  informasi kepada  penerima  informasi.[3] Ada beberapa jenis media yang berkembang saat ini.
Media cetak yang dicetak dan diterbitkan secara berkala, seperti surat kabar, tabloid, dan majalah. Kemudian media elektronik yaitu jenis media yang merupakan alat-alat elektronik modern, seperti radio, televisi, dan film. Dan juga ada media massa yang merupakan sarana dan saluran resmi sebagai alat untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas. Sehingga dapat dilihat bahwa bentuk media kini sudah sangat beragam, setidaknya secara umum ada tiga jenis media yaitu media cetak, media elektronik, serta new media dengan sejumlah tipologinya.[4] Di dalam media-media tersebut, tidak semua informasi dapat menjadi informasi yang bebas diakses oleh publik. Misalnya informasi mengenai data pribadi seseorang, karena informasi tersebut menjadi hak privasi seseorang yang penyebaran atau penggunaannya harus memiliki izin dari pemiliknya. Â
 Pelindungan terhadap data pribadi berkaitan dengan konsep privasi. Konsep privasi merupakan sebuah gagasan untuk memelihara integritas dan martabat setiap orang secara pribadi. Privasi adalah istilah lain yang kemudian digunakan oleh negara-negara maju yang berkaitan dengan data pribadi sebagai hak yang harus dilindungi, yaitu hak seseorang untuk tidak diganggu kehidupan pribadinya.[5] Data pribadi dalam Pasal 1 angka 22 UU No. 24 tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan didefinisikan sebagai:[6]Â
"Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya".Â
Pasal 28G UUD 1945 mengatur bahwa seseorang memiliki hak perlindungan atas diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan kekayaan serta rasa aman dari segala bentuk  ancaman  yang  ada  dari  kepemilikannya.  Berdasarkan  pasal  tersebut  bahwa  setiap orang mendapatkan perlindungan privasi data pribadinya yang didapatkan maupun digunakan oleh orang lain. Penyalahgunaan privasi atas data pribadi merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional.[7] Perlindungan privasi atas data pribadi jika tidak dilindungi maka ketika tersebarnya suatu informasi pribadi seseorang dapat menimbulkan kerugian baik materil maupun immateril.[8]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI