Pelaku begal yang sisa 2 pcs itu, ketika dijadikan saksi dalam pembunuhan rekannya yang gagal melaksanakan misi pembegalan, apakah tidak malu? Apakah bisa menghadapi korban yang dijadikan tersangka face to face? Jika sampai mereka tidak malu, dan justru berbangga diri, maka dimanakah dasar negara Wakanda yang katanya berasaskan pada kemanusiaan dan keadilan? (Sebenarnya saya mau bilang berasaskan Ketuhanan, tetapi mengingat ini negara Wakanda, saya takut komentarnya melebar).Â
Ketika membela diri hingga pelaku kejahatan tewas dianggap sebagai tindak kejahatan pembunuhan, maka tolong baca ini wahai bapak yang terhormat.Â
Begal itu tidak memiliki rasa kemanusiaan. Mereka bukan hanya mencuri, bukan hanya mengambil harta benda milik orang lain secara paksa, tetapi juga melakukan pengancaman pembunuhan. Kepada siapa? Tentu saja korbannya.Â
Begal itu tidak memiliki rasa kemanusiaan. Seenak jidatnya meminta paksa harta benda orang atau mengancam dengan senjata tajam, tanpa mereka mau peduli dengan darah, keringat, dan air mata milik korban yang harus dikeluarkan demi untuk memiliki harta benda tersebut.Â
Begal itu bahkan tidak memikirkan bagaimana perasaan korban dan keluarga korban yang dibegal.Â
Seharusnya begal itu tidak hanya dijerat pasal pencurian, tetapi juga percobaan pembunuhan berencana. Kan senjata sudah ada di tangan?
Kecuali, ini pengecualian dalam perspektif teori konflik, pelaku begal adalah seseorang yang memiliki latar belakang. Atau begal memang dipelihara sebagai penyeimbang kedamaian di masyarakat. Bisa untuk memperkuat kedudukan kelompok-kelompok tertentu. Yah, ini untuk tulisan berikutnya. Kenapa konflik-konflik tertentu itu perlu untuk dipelihara keberadaannya di masyarakat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H