Tahukah kalian gaes, ketika belajar sejarah hindu -- budha, yang isinya hanya candi, prasasti, dan gelar raja yang sedemikian panjang dan rumit, ada hal lain yang justru sangat penting untuk dipelajari? Di era di mana bisa dikatakan pengaruh dari negeri -- negeri asing tidak sebanyak di era berikutnya, kita sebenarnya disuguhkan pada drama -- drama perang saudara yang tidak pernah terputus?
Di era ini bukan hanya kita belajar siapa pendiri kerajaan A, atau siapa yang memberontak terhadap kerajaan B, kita disuguhkan dengan pengetahuan bahwa negeri yang sedemikian besar itu bisa hancur dengan perang saudara, dengan perang perebutan kursi kekuasaan. Belum lagi dari sisi pemahaman spiritual. Seperti kenapa candi itu harus dibagi menjadi tiga tingkatan, atau kenapa lingga yang ada di Indonesia itu berbeda dengan lingga yang ada di India.
Adakah yang mengajarkan bahwa tiga tingkatan itu melambangkan pencapaian manusia di dunia, bukan hanya persoalan alam kandungan, alam dunia, dan alam roh. Bahwa pencapaian alam roh yang sering kali digambarkan sebagai suwung itu merupakan salah satu local genius yang dimiliki oleh bangsa ini? Bahwa lingga yang menggabungkan tiga entitas trimurti menjadi satu adalah perwujudan Dzat Tunggal yang menciptakan segalanya?
Bicara tentang teknologi,ketika pembelajaran lapangan ke candi -- candi, pernahkah seorang guru meluangkan waktu untuk menjelaskan bagaimana candi itu dibangun? Bahwa candi itu dibangun dengan teknik -- teknik yang sedemikian tinggi yang menunjukkan bahwa orang -- orang dari abad sekian itu juga memiliki teknologi pengolahan batu yang luar biasa canggih? Kenapa yang demikian ini tidak pernah diajarkan di sekolah? Karena memang tidak dituntut kurikulum, --dan mungkin juga gurunya tidak tau--.
Dari dua era itu saja sudah sangat jelas kenapa sejarah selama ini sering dianggap tidak penting. Karena memang hal -- hal yang penting tidak pernah diajarkan. Salah siapakah? Apa salah guru? Apa salah kurikulum? Ataukah kesalahan ini ada pada cara berfikir masyarakat selama ini yang selalu menganggap bahwa hal -- hal semacam ini merupakan ilmu tuwek (ilmu tua).
Pemikiran bahwa mempelajari hal -- hal yang demikian itu abot sanggane (berat untuk menyangganya). Akibatnya, pemahaman -- pemahaman jenius dari masa -- masa lalu, yang sebenarnya masih terus diwariskan hingga di masa kerajaan Islam, mulai berhenti diperkenalkan, mulai berhenti diajarkan, hingga akhirnya akan hilang ditelan oleh gemerlap jaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H