[caption id="attachment_192523" align="aligncenter" width="640" caption="Peta Penggunaan Bahasa Belanda"][/caption]
Salah satu harapan Belanda yang tidak kesampaian di Hindia Timur (baca: Indonesia) adalah mengekalkan kebudayaan Belanda dengan jalan membumikan Bahasa Belanda seperti yang dilakukan Inggris, Spanyol dan Portugis di negara-negara (bekas) koloni mereka.
Dalam bukunya berjudul Gateway to the west, the Dutch Language in Colonial Indonesia 1600-1950, Kees Groeneboer mengungkapkan bahwa sebelumnya, Belanda memang memutuskan untuk tidak memperkenalkan Bahasa Belanda sebagai media umum komunikasi di Nusantara. Secara eksplisit menolak kebijakan penggunaan bahasa dan pendidikan seperti yang didorong dan dilakukan oleh Inggris di India, serta menentang pendidikan barat pada skala besar.
Sekitar seratus tahun setelahnya, perang dunia ke-II berkecamuk. Hindia Timur pun jatuh ke tangan Jepang. Van Mook, Menteri Pendidikan Belanda untuk Daerah Koloni mengungsi. Saat sedang berada di Inggris, 18 Desember 1943, Van Mook menuliskan sepucuk surat kepada Departemen Pendidikan Hindia Timur yang sedang dalam pengungsian di Brisbane Australia. Dalam surat tersebut Van Mook menuliskan “Penggunaan umum sebuah bahasa adalah cara paling pasti untuk mengukur penyebaran budaya dan loyalitas. Orang Inggris selalu mendorong berbahasa Inggris di wilayah kekuasaan dan koloni mereka. Kita tidak melakukan ini di Hindia Belanda. Mari kita melakukannya setelah perang.”
Berat kecurigaan saya, Van Mook yang ketika itu juga sebagai acting Gubernur Jenderal Hindia Timur, selama pengungsian telah mempelajari, berdiskusi masalah dampak dari penggunaan bahasa terhadap bahasa itu sendiri dan hal-hal lain seperti kebudayaan dan loyalitas bangsa jajahan dengan orang-orang Inggris. Keengganan Belanda sebelumnya untuk mengadopsi Bahasa Belanda sebagai bahasa umum disebabkan ketakutan bahwa hal tersebut akan menghasilkan bahasa campur-campur (creolized language) dan rasa takut bahwa penggunaan satu bahasa di seluruh Hindia Timur akan menjadi cara yang efektif untuk berkomunikasi antara mereka dan dengan demikian memberikan bahaya bagi keberadaan kolonial Belanda sendiri. Untuk itulah penggunaan bahasa Melayu tinggi dalam dokumen resmi dan negoisasi tetap dipertahankan.
Tetapi sejarah tidak berpihak pada niat Van Mook tersebut. Setelah perang, sebuah negara bernama Indonesia telah berdiri di atas wilayah Hindia Timur. Kali ini mereka tidak dapat merebutnya kembali dan visi Van Mook tentang kebudayaan Belanda di Hindia Timur tidak menjadi kenyataan.
Sumber Gambar: Ini.
Bacaan:
1). Kees Groeneboer; Gateway to the west, the Dutch Language in Colonial Indonesia 1600-1950; Amsterdam University Press, Amsterdam; 1998
2). Bahasa Melayu Adalah Bahasa Resmi VOC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H