Mohon tunggu...
Wira. S. Lukman
Wira. S. Lukman Mohon Tunggu... Freelancer - Pencinta Indonesia

Manusia Indonesia Yang Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Barter "gubuk" dengan Apartemen

20 Maret 2013   01:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:30 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu permasalahan utama proses membangun DKI Jakarta sebagai wilayah kota metropolitan yang memiliki model perumahan modern dan jumlah yang mumpuni untuk mengimbangi pertumbuhan penduduknya adalah sebuah harapan yang cenderung idealisme.
Sebenarnya jika diurai, terdapat 2 permasalahan utama:
1. Dari para pelaku dunia usaha properti, bermasalah dengan bank tanah atau ketersediaan lahan terbuka untuk dibangun sementara proses untuk penggusuran untuk kepentingan swasta jelas sesuatu yang sangat-sangat sulit untuk dilaksanakan.
2. Dari para penghuni di wilayah permukiman padat yang tinggal dirumah-rumah sederhana atau gubuk, sebenarnya menginginkan untuk membangun dan memperbaiki kualitas rumahnya, namun terkendala dengan kemampuan biaya.
Hari-hari akhir ini Gub Jokiwi dan Wagub Basuki TP sedang dalam usaha untuk "memperbaiki 100 kampung kumuh" tetapi hanya 33 kampung yang disetujui oleh DPRD untuk tahun anggaran 2013.
Saya sebenarnya sangat yakin dengan kepiawaian Gub. Jokowi dalam hal melakukan sosialisasi dan bernegoisasi dengan warga, sementara Wagub dengan kepiawaiannya akan sanggup untuk menjembatani birokrasi dan hukum antara tata kota, pengusaha property dan warga dengan skema sederhana yaitu: BARTER sesuai dengan luasan tanah + bangunan yang dimiliki warga dengan  luas bangunan berbentuk unit apartemen baru.  Dengan contoh warga yang memiliki lahan seluas 60 m2 akan mendapatkan 1 unit bangunan apartement seluas 60 m2.
Mengapa hal ini bisa menguntungkan ke 3 belah pihak yaitu pemerintah, warga dan pengusaha.?
Inilah penjelasannya...
- Pemerintah akan diuntungkan karena tata ruang bangunan permukiman berbentuk apartemen jauh lebih indah, baik  dan sehat untuk para penghuninya, yang sebelumnya tinggal di permukiman padat, serta tambahan jumlah hunian baru untuk masyarakat lainnya.
- Warga akan diuntungkan, karena tinggal sebagai penghuni apartemen akan mendapatkan banyak fasilitas seperti sarana olah raga, hunian yang bersih dan aman serta memiliki nilai jual tinggi.
- Pengusaha properti akan diuntungkan karena biaya untuk pembebasan lahan serta pengurusannya yang semestinya sangat tinggi dan rumit dapat dikonversikan ke biaya pembangunan unit untuk para warga asli sesuai dengan luasan lahan yang di tukar. Karena keuntungan utamanya akan di dapatkan dari penjualan unit-unit di lantai atas berikutnya yang berkisar setinggi 25 - 30 lantai.
Catatan : Sementara dana anggaran pemprov DKI sebesar 40 juta perkepala keluarga, dapat di alih fungsikan bagi warga untuk menyewa "rumah tinggal sementara" selama proses pembangunan apartemen dilaksanakan, yang umumnya hanya berlangsung sekitar 12 - 16 bulan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun