Pembicaraan di group jejaring sosial yang aku ikuti membawaku pada kenangan di masa lalu. Lebih dari 13 tahun sudah kami semua berpisah, lulus dari sekolah dan menjalani takdir kami masing-masing. Pembicaraan hari itu telah mengungkap fakta bahwa satu lagi teman kami -seorang perempuan- telah jatuh hati dengan pria bule'. Dengan siapa akhir-akhir ini dia rela melewatkan larut malamnya demi bisa melepas rindu hingga jarak dan perbedaan waktu belasan jam bukan lagi jadi penghalang. Ini memang pilihannya, dan semoga dia bahagia dengan pilihannya itu. Masa remaja, seperti juga masa-masa lainnya, tidak akan pernah terulang. Setiap tahapan usia memang istimewa, peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa memang terasa lebih istimewa. Aku mungkin satu di antara orang yang berbeda -kalau memang tidak bisa dikatakan 'beruntung', bersekolah di kejuruan tingkat atas yang berbeda dari kebanyakan teman-teman. Analis Kesehatan, menjalaninya tidak semudah mengucapkannya. Bersekolah di sini juga lantaran nilai mata pelajaran Biologi di ijazah SMP-ku 'jeblog'. Memang bukan satu-satunya alasan. Tapi biarlah ini jadi cerita di lain waktu saja. Merangkai rumus kimia memang bukan satu-satunya keahlian kami. Membuat onar di laboratorium saat praktek pengambilan darah. Dan juga berkebun karena halaman sekolah yang sangat luas (sebetulnya lebih sering memanennya daripada menanamnya, karena itu sudah menjadi urusan penjaga kebun sekolah). Aku juga bukan termasuk siswa yang populer saat itu. Bahkan walau satu di antara siswa dalam kelas unggulan, aku selalu berada di peringkat terakhir. Tidak seperti kebanyakan teman-teman saat itu, Â aku sudah terbiasa berkorespondensi. Mencari teman-teman baru dari kota lain. Berkirim surat adalah kegiatanku sejak bangku SMP. Hingga bisa ditebak, untuk siapa Pak Pos datang ke sekolah kami untuk mengantar surat dan paket pos. Di antara paket yang paling berkesan yang pernah aku terima adalah sebuah organizer elektronik dari teman-teman bule' di UK (Inggris Raya) sana. Iya, mereka memang tinggal di London. Dua orang wanita yang tidak muda lagi, namun juga tidak bisa dibilang terlalu tua. Pertemuan kami berawal saat suatu hari aku dan temanku hendak pergi ke toko buku di pusat kota. Bersama kami juga menunggu dua orang wanita asing, tampaknya mereka habis berjalan-jalan di pinggir kota ini. Lama berselang dan bus yang kami tunggu tidak kunjung muncul, hingga bule'-bule' tadi pun mebuka percakapan dengan kami. Singkatnya, ternyata kami semua hendak ke arah yang sama walau tujuannya berbeda. Wanita-wanita bule' tadi hendak kembali ke penginapan mereka di dekat masjid besar di tengah kota. Dan tampaknya mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi hingga bus tiba, maka kami semua beralih menumpang taksi. Di dalam taksi tampaknya si supir juga tidak pandai berbahasa Inggris, apa boleh buat aku dan temanku ikut bersama mengantar sampai tiba di penginapan. Tak banyak yang kami lakukan setibanya di sana karena hari sudah sore dan bule'-bule' itu pun tampak sudah kelelahan. Sekedar meneguk soft-drink di cafe penginapan lalu bertukar alamat. Setelah itu kami berpisah. Pertemuan dengan bule'-bule' ini memang sangat berarti buat kami. Tak sia-sialah belajar bahasa asing dengan guru yang bahkan tidak pandai mengucap 'r' (maaf, saya tidak bermaksud menyinggung siapa pun). Kejadian itu pun kami anggap sudah berlalu, hingga suatu hari kami menerima paket. Bukan paket biasa karena terbungkus rapih dan berlapis plastik kedap air. Luar biasanya lagi karena alamat pengirim berasal dari luar negeri, paket yang dikirim teman-teman bule' kami. Sebuah organizer elektronik beserta selembar surat ada di dalamnya. Semua itu sebagai tanda terimakasih atas kesediaan kami mengantar bule'-bule' itu kembali ke penginapan mereka di waktu lalu. Memang bukan suatu prestasi seperti kebanyakan pencapaian lainnya. Tapi perasaan kami saat itu bukan kepalang senangnya. Pastinya lebih baik ketimbang berdiri berlama-lama di depan kelas untuk menggambar siklus hidup nyamuk yang bahkan aku tidak bisa melakukannya karena aku bukan satu di antara nyamuk-nyamuk itu. Begitu lulus dari sekolah, aku melanjutkan ke akademi yang sejalur karena ternyata semakin banyak tahu, semakin banyak pertanyaan yang aku butuhkan jawabannya. Sementara temanku, dengan siapa aku mengantar wanita-wanita bule' tadi, dia pergi ke sebuah pulau eksotis, 'pulau dewata' di mana ia bisa bertemu lebih banyak lagi orang-orang asing. Ini semua tetap aku anggap bagian dari proses kami belajar.[*wsis] *Cerita di atas adalah fiktif belaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H