Tahun 2015 ini genap setengah abad genosida pada anak-anak bangsa; kelompok ataupun simpatisan yg dianggap  "merah"Â
Peristiwa 30 September 1965 merenggut tak sedikit nyawa manusia bahkan tak sedikit yang dipenjarakan di siksa tanpa suatu proses peradilan. Sebuah peristiwa yang bahkan oleh rezim orde baru di politisir sedemikian rupa dengan menghembuskan isu coup de tat; perebutan kekuasaan dengan cara yang tidak sah yang akan dilakukan oleh para anggota Partai Komunis Indonesia terhadap pemerintahan Soekarno.
Terlepas dari banyaknya versi tentang peristiwa 65 yang ada, bahwa pembunuhan manusia secara terorganisir, sistematis dan massif itu benar terjadi di negri ini dan berbagai usaha untuk menegaskan bahwa telah terjadi pembunuhan massal (genosida) lima puluh tahun yang lalu kini sedang di upayakan, salah satunya melalui Pengadilan Rakyat Internasional atau International People Tribunal di kota Den Haag Belanda bulan Nopember yang akan datang.
Bicara tentang penghukuman tanpa peradilan di Indonesia ini bukan hanya terjadi untuk kasus 65 saja, bahkan untuk kasus lainnya seperti kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan itu juga terjadi terutama pada masa rezim orde baru.
Tapi saya kira kasus penghukuman tanpa peradilan juga terjadi pada beberapa negara di belahan dunia lainnya, bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Mungkin ini terkait zona aman seseorang yang mulai terusik oleh tingkah laku seseorang atau kelompok, apalagi jika si empunya zona nyaman tersebut adalah mereka yang memiliki kuasa, mampu membeli hukum dan sedang bermain peran untuk menjadi Tuhan atas manusia lainnya. Wallahualam bishawab hanya Tuhan yang tahu.[]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H