Mohon tunggu...
Dodi Wisaksono Sudiharto
Dodi Wisaksono Sudiharto Mohon Tunggu... lainnya -

Setetes air di tengah gurun yang kering kerontang tidaklah sesempurna air sungai yang bertingkat-tingkat. Namun tatkala Yang Maha Esa menyempurnakannya, maka sempurnalah ia. - Seseorang yang menyukai humaniora, yang mencoba memberi inspirasi meski hidup sebagai manusia yang biasa-biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kebebasan Hakiki Versus Kebablasan Hakiki

16 Februari 2015   17:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:06 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Dok Pribadi"][/caption]

Kebebasan yang dimiliki oleh seorang manusia, dapat berarti diperolehnya suatu kemerdekaan. Termasuk kemerdekaan menjalankan ibadah, yang menjadi bagian dari setiap gerak langkah kehidupannya.

Namun juga terdapat istilah kebablasan hakiki. Di mana ada hal-hal yang lebih mirip disebut tindakan yang tidak bermoral, namun diatasnamakan sebagai suatu kebebasan yang perlu dilindungi.

Bila kedua hal ini berdiri bersamaan, sudah menjadi suatu sunatullah, akan terjadi suatu benturan, seperti yang terjadi di University of North Carolina, di mana tiga orang muslim, mati ditembak. Alasan yang dikemukakan media Amerika, seperti alasan yang masuk akal untuk diterima sebagai alasan yang tidak masuk akal. Untuk suatu alasan yang remeh, darah sampai tertumpah.

Bagi sebagian orang, akan berkata, "Sesungguhnya apa yang dijanjikan Tuhanku telah datang". Sebagian lagi sibuk memelintir kondisi sebenarnya agar golongan tersebut bisa melakukan kebablasannya dengan bebas. Benar-benar sebuah drama tentang tragedi kemanusiaan, di tengah zaman yang berkesan demikian sibuknya mengangkat masalah kemanusiaan.

Apa pun hasil yang akhir yang kemudian menjadi suatu penyelesaian, dari apa yang telah terjadi, sesungguhnya akan ada hari di mana semua orang akan mengerti, tidak pernah ada yang namanya kebablasan hakiki. Yang ada hanyalah kebablasan yang ditangguhkan waktu penaltinya. Tinggal dari sisi sang manusia, apakah ia mampu mencerna hal ini dengan akal sehatnya, atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun