Mohon tunggu...
Wulan Sari
Wulan Sari Mohon Tunggu... -

aku ini siapa ?

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Asal-asalan

13 Februari 2014   17:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:51 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jarak dan waktu sudah seringkali berkata padaku bahwa kita terpisah. Tapi rasanya kau masih ada disini, masih disini menikmati secangkir bersama kopi dingin tadi pagi. Rasanya kau masih utuh menjadi dekapan hangat yang senantiasa merindukan pagi, juga lukisan wajah senja yang kau gurat dalam kanvas kata-kata. Tak ada habisnya perasaan ini menjadi hantu yang menakuti diriku sendiri. Berusaha mengerti makna keterpisahan ini, apa yang sebenarnya diinginkan waktu untuk kita berdua. Mengapa ia giat sekali menjejali dengan perjalanan panjang yang melelehkan. Kenapa harus dengan memisahkan kita? Apa dunia tak punya cara lain untuk menujukkan dirinya bahwa kita ada. Kenapa harus dengan ini. Kenapa harus kita? Adakah jawabannya dipersimpangan malam menuju shubuh ketika kening ini menyentuh permukaan sajadah basah. Ketika segalanya terlelap, bahkan dunia menidurkan dirinya dengan malas diantara bantalan waktu yang melesat bak anak panah. tapi, aku masih duduk dibangku yang sama. Yang merekahkan sunyi disekelilingnya menjadi buah duri mencekam yang menghujam malam. Malam-malam sunyi menjadi bagian terburuk dalam catatan kala aku meringkuk sendiri dibatas lelah. Pagiku serupa lamunan mati dengan kedua mata yang buta, pula telinga yang tak berdaun. Segalanya berubah mengerikan memang, dan kau tak tahu itu. Kau tak peduli itu. Yang kau tahu hanya rindu ini, tanpa pernah mengerti rindu ini telah menjelma menjadi sekumpulan rambut panjang yang entah tak berujung. Panjang sekali. Hanya itu saja yang kau pahami, padahal aku nyaris tenggelam dalam kedalamannya, kau hanya mengira aku menyelam. Apa yang sebenarnya kau inginkan? Kau bersama waktu menghujamku perih. Sama kala kau tak mengerti bagaimana hatiku berbicara luka, ketika yang kau bawa adalah bunga, durinya telah dulu merobek kulit. Tapi tak apa, kau tak perlu tahu memang. Biar saja menjadi pengorbanan yang entah siapa akan menjadi korban. Akukah? entahlah. Aku hanya mengerti untuk memberi karena aku memilikinya. Hanya bila kau ingin yang lainnya, cari saja cukup itu saja. Jangan bawa aku dalam hangatnya kelukaan!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun