Kaget saya melihat kartun Oom Pasikom di harian Kompas hari ini, Sabtu, 6 April 2013. Saya berusaha menghibur diri, semoga kekagetan itu hanya bagi penggemar wayang saja. Saya berharap kartunisnya memang tidak bermasud membuat kekagetan.
[caption id="attachment_252997" align="aligncenter" width="631" caption="Sumber: Kompas 6 April 2013"][/caption]
Sebuah kartun biasanya mengandung banyak interpretasi. Saya juga berusaha memahami maksud lain dari kartun itu. Seseorang yang duduk di kursi dengan simbol partai demokrat itu sudah pasti SBY, yang sedang “gundah” memikirkan kursi lainnya, yaitu kursi presiden RI. Di kursi presiden terdapat banyak masalah besar yang belum terselesaikan, namun masih perlu menyelesaikan masalah di partainya. Jika seperti itu yang dimaksudkan kartunisnya, kita semua memahaminya.
Yang saya tangkap dari kartun itu adalah SBY sebagai tokoh jahat. Bagi siapa saja yang mengerti cerita wayang purwa, tentu mengerti pula dua tokoh wayang popular yang duduk di depan SBY. Tokoh itu adalah Togog dan Bilung. Berikut adalah sekedar ringkasan tentang tokoh Togog.
Menurut serat “Purwacarita”, Sanghyang Tunggal dan Dewi Rekatawati ‘melahirkan’ telur yang kemudian menjadi bayi. Dari kulit telurnya berubah menjadi Batara Antaga, dari putih telurnya menjadi Batara Ismaya, dan dari kuning telurnya menjadi Batara Manikmaya.
Batara Antaga dan Batara Ismaya masing-masing merasa yang berhak atas tampuk pimpinan Kahyangan Jonggring Salaka atau Suralaya. Mereka bertanding kesaktian, siapa yang bisa menelan gunung dan memuntahkannya, itulah yang berhak tahta kahyangan. Batara Antaga giliran yang pertama. Meski sampai mulutnya robek, tetap saja tidak dapat menelan gunung. Oleh karenanya mulutnya menjadi lebar.
[caption id="attachment_253003" align="aligncenter" width="300" caption="Togog dan Bilung - Dok Pribadi"]
Atas perintah ayahnya, Batara Antaga selanjutnya diperintahkan turun ke marcapada (dunia) dengan berganti nama Togog, dengan misi untuk membina manusia yang angkara murka agar menjadi baik. Tidak heran Togog (ditemani Bilung) selalu menginthili (mengikuti) para tokoh jahat atau berwatak buruk.
Di kartun itu dari bahasa tubuh Togog dan Bilung tidak sedang bertamu menghadap SBY, tetapi sedang menjadi ‘pihak’/penasihat SBY.
Maafkan jika interpretasi saya salah. Ini hanya mendasarkan naluri saya sebagai homo symbolicum, lebih-lebih terlanjur mengapresiasi wayang sebagai simbol. Dan… saya tidak yakin, kartunisnya tidak mengetahui tentang tokoh (baca: simbol) wayang itu. (Depok, 06 April 2013)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H