Mohon tunggu...
WS Thok
WS Thok Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Lahir di Jawa-Timur, besar di Jawa-Tengah, kuliah di DI Yogyakarta, berkeluarga dan tinggal di Jawa-Barat, pernah bekerja di DKI Jakarta. Tak cuma 'nguplek' di Jawa saja, bersama Kompasiana ingin lebih melihat Dunia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gaya Hidup Sehat Para Centenarian

31 Maret 2012   17:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:12 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1333215261433581336

Berbahagialah jika Pembaca mempunyai kebiasaan seperti berikut ini:

  • Aktif bergerak atau jalan kaki
  • Berhenti makan sebelum kenyang (Jepang: hara hachi bu- makan kenyang 80%)
  • Menjadi vegetarian atau menyukai sayur-sayuran dan menghindari daging & makanan olahan.
  • Minum anggur merah secukupnya (ini mungkin kebiasaan orang-orang yang hidup di daerah musim dingin)
  • Bangun pagi karena alasan tertentu (Jepang: ikigai)
  • Beristirahat secara teratur atau bisa tidur nyenyak di malam hari
  • Menjadi bagian komunitas keagamaan yang kuat, misalnya teratur tiap minggu menghadiri shalat Jum’at, kebaktian di gereja atau tempat ibadah lainnya.
  • Mengutamakan keluarga, karena bisa menumbuhkan kebahagiaan dan mengurangi depresi atau stres.
  • Mudah bersosialisasi dan menjadi bagian suatu komunitas sosial yang sesuai, misalnya rutin berkumpul dengan tetangga, pertemuan komunitas/kopdar, dll.

Rangkuman sembilan kebiasaan itu adalah sebagai ‘gaya hidup’ yang disarankan dalam buku “The Blue Zones” agar bisa menjadi orang yang berusia 100 tahun atau lebih (centenarian) dengan kondisi fisik tetap sehat [1]. Menurut kajian ilmiah, gaya hidup adalah penentu 75% usia kita, sedangkan penentu lainnya adalah faktor gen, tentu saja di luar takdir Tuhan.

Buku itu mengungkap rahasia hidup sehat orang-orang tertua di dunia. Ada beberapa tempat (disebut zona biru--blue zone) yang populasi para centenarian-nya tinggi, yaitu di Sardinia- Italia, Okinawa-Jepang, California Selatan – Amerika Serikat dan Semenanjung di tepi Pasifik – Costa Rica.

Dari keempat tempat itu, penulis buku bersama tim-nya menyelidiki kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang berusia tua. Masing-masing tempat mempunyai kebiasaan-kebiasaan spesifik. Dari keempat kebiasaan itu disimpulkan kebiasaan-kebiasaan universal sebagai gaya hidup sehat para centenarian.

[caption id="attachment_179483" align="alignright" width="300" caption="Pak Rasudin @ Foto Pribadi"][/caption]

Pak Rasudin, tetangga kami yang berusia 91 tahun, masih sangat sehat, berjalan kaki ke sana kemari dengan lincahnya. Masih cukup kuat dan keras suaranya memimpin shalat tarawih yang 20 rekaat di masjid kami. Setelah saya tanyakan rahasia umur panjangnya, hampir semua kebiasaannya sesuai dengan gaya hidup para centenarian dalam buku itu. Beliau suka sayur-sayuran, tidur teratur jam 20.00 dan bangun jam 2 pagi untuk membantu istrinya membuat kue untuk dijual.

Selama ini saya yakin terhadap kesehatan saya, karena merasa teratur main badminton tiap Sabtu dan Minggu. Namun, sepanjang tahun 2011, saya dua kali dirawat inap di rumah sakit dengan diagnosa sakit kuning. Hal itu membuat saya perlu mengevaluasi diri, pasti ada sesuatu yang tidak baik dalam gaya hidup saya. Setelah saya bandingkan dengan daftar gaya hidup para centenarian di atas, ada beberapa faktor yang jelas-jelas saya abaikan, terutama kurang aktif bergerak/jalan kaki, kurang sinar matahari pagi (vitamin-D) dan kurang istirahat.

Karena kesibukan kerja, saya jarang berjalan kaki yang agak jauh dan kurang kena sinar matahari. Berjalan kaki hanya di sekitar ruang ke ruang kantor jika ada perlu saja atau ke toilet, sebagian besar waktu adalah duduk menghadap komputer. Jelas kurang kuantitasnya ketimbang para penggembala di Sardinia yang bisa berjalan kaki sepanjang 8 km sehari.

Berjalan kaki ternyata sangat menyehatkan, karena pergerakan persendian, otot dan oksigen yang dihirup efektif membakar lemak. Beda dengan olahraga berat, oksigen yang dihirup kurang efektif membakar lemak, karena sedang dibutuhkan untuk bernafas. Mengatasi kekurangan jalan kaki ini, maka setiap waktu shalat, saya usahakan jalan kaki menuju masjid yang berjarak 1 km dari tempat kerja, tidak hanya di mushola kantor saja. Juga, sekali-kali naik tangga sebagai pengganti menggunakan elevator.

Pulang kerja yang agak malam berakibat makan malam terlambat pula. Setelahnya saya baca koran dan buka internet (ber-kompasiana) hingga sering sampai jam 1.00 malam, pagi subuh sudah harus bangun untuk berangkat kerja. Kurangnya istirahat ini jelas melemahkan badan. Agar istirahat cukup, (kecuali besoknya libur), maksimal jam 23.00 sudah harus berangkat tidur. Bangun pagi hasilnya lebih segar.

Faktor usia juga memegang peranan penting dalam kesehatan. Onderdil tubuh yang sudah mulai tua ini perlu dirawat sebaik-baiknya, penggunaannya pun tidak boleh disamakan ketika masih muda. Meski sudah berusaha, ada saja penyakit menyerang. Boleh jadi secara teori (seperti gaya hidup sehat cetenarian di atas) lebih banyak yang saya pelajari ketimbang Pak Rasudin, namun prakteknya, saya perlu banyak belajar dari beliau. Bagaimana dengan Pembaca? (Depok, 01 April 2012)

---------------

Referensi:

[1] Dan Buettner, “The Blue Zones”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun