Shalat berjamaah dengan imam (pemimpin shalat) ‘seorang’ mayat hidup pernah beberapa lama dilakukan di kampung kami. Mayat hidup ini meski sudah ‘meninggal’, tapi fisiknya masih memerlukan kebutuhan hidup layaknya orang normal, penampakannya masih segar seperti manusia biasa. Saya juga tidak menyamakan dengan ‘zombi’, mayat hidup dalam sistem kepercayaan Voodoo orang Kreol dan Afrika-Karibia.
Semula saya tidak ngeh imam masjid kampung kami itu ‘mayat hidup,’ jika tidak mendengar ceritanya. Saya mendengar cerita itu dari bapak saya. Meski sudah mendengar ceritanya, para tetangga sepertinya tidak menganggapnya sebagai mayat hidup, apalagi yang tidak pernah mendengar sama sekali. Hanya seorang tetangga, Mas Samad (bukan nama sebenarnya) saja yang benar-benar mempercayainya, sehingga ia tidak sudi shalat berjamaah dengan imam itu.
Mas Samad berkisah kepada bapak saya, imam itu pernah berselingkuh/berzina. Menurut hukum Islam, seorang yang sudah menikah jika berzina, maka hukumannya adalah dirajam hingga mati. Karena hukum Indonesia tidak memakai hukum Islam dalam hal sanksi perselingkuhan, maka orang itu selamatlah. Terlepas dari taubatnya imam itu, Mas Samad menganggapnya sudah mati dan menjadi mayat. Tidak selayaknya orang mati menjadi imam atau pemimpin.
Bagi yang belum menikah jika berzina, hukumannya dicambuk 100 kali. Selain itu ada sanksi sosial lainnya, yaitu: diumumkan aibnya, diasingkan (taghrib), tidak boleh dinikahi dan ditolak persaksiannya. Hukuman yang terlihat ‘kejam’ itu sebetulnya sepadan dengan dampak perzinahan, yaitu: pelanggaran Hak Allah, hak istri/suami, keluarga, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainnya. [1]
Allah menganggap berzina adalah perbuatan keji dan buruk. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Isra’: 63)
Saya mendengar tentang mayat hidup lainnya dari teman kerja. Teman ini menceritakan seorang temannya sebut saja namanya Amin, yang akan bekerja ke Korea Selatan. Sampai di Jakarta, Amin ketinggalan jaketnya. Istrinya menyusul dari Madiun - Jawa Timur, khusus mengantarkan jaket itu.
Sesaat sebelum berpisah di Bandara Soekarno-Hatta, istrinya berpesan, “Mas, saya tidak ingin mempunyai suami ‘mayat hidup’!”. Semula sang suami bengong. Namun selanjutnya tahu apa yang dimaksudkan istrinya, yaitu jangan berselingkuh selama hidup sendiri di perantauan.
Suatu hari Amin diajak bos-nya (orang korea) ke suatu tempat. Rupanya bosnya sudah memesan dan mentraktir seorang wanita cantik untuknya. Amin yang tidak menyangka diajak ke tempat pelacuran, tentu saja kaget dan nyaris tergoda dengan wanita itu. Meski sudah sempat dipegang-pegang oleh wanita itu, ia masih teringat pesan istrinya. Ketika bosnya masuk kamar bersama wanita lain, Amin mencari strategi. Amin menyuruh wanita itu menunggu di kamar dan ia pun pura-pura mencari toilet. Sontak menemukan pintu keluar, Amin ngacir, pulang naik taksi.
Keesokan hari, bertemu di tempat kerja, bosnya marah, karena ‘niat baik’nya disia-siakan, merasa sayang sudah membayari wanita itu. Amin tak mau disalahkan, ganti menuduh bosnya tidak jujur, karena tidak mengomunikasikan dengan jelas tempat yang harus dituju sebelumnya. Selamatlah Amin dari sebutan ‘mayat hidup’.
Banyaknya "tempat hiburan" dan pelacuran menjadi pertanda banyaknya ‘mayat hidup’. Tempat itu menjadi ‘lembaga’ mencetak mayat hidup. Harusnya mayat hidup itu banyak, namun, karena penampilannya yang seperti manusia biasa, sehingga sulit dikenali.
Beberapa mayat hidup jelas-jelas terlihat dan dikenali, karena pernah di-blow-up oleh media massa , terutama berita para selebriti yang ketahuan selingkuh melalui bukti video mesum. Sudah jelas-jelas menjadi mayat hidup, namun mereka tetap pede tampil kembali, herannya kok ya masih saja ada yang mengagumi dan mengidolakannya.
Hal yang mengkawatirkan adalah jika mayat hidup itu menjadi wakil rakyat, penguasa atau pemimpin negeri. Terbayang kekacauannya. Ada kemiripan sifat antara 'mayat hidup' dan ‘zombi’, yang menurut Wikipedia sebagai mayat tidak berotak yang dikendalikan majikan seperti boneka. Sayangnya… majikannya itu bukan rakyat yang telah memberinya amanah, melainkan hawa nafsunya sendiri. Saya latah saja dengan prinsip Mas Samad, bahwa tidak selayaknya ‘mayat hidup’ dijadikan imam atau pemimpin. (Depok, 3 Maret 2012)
---------------
Sumber Ilustrasi: http://img76.imageshack.us/img76/4002/ghosttowelct6.jpg
[1] http://ariefhikmah.com/zina/zina-menurut-hukum-islam/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H