Beda besaran iuran, beda pula jenis sajian kulinernya. Kuliner reuni SMP lebih banyak menyajikan makanan tradisional yang lebih variatif dan murah namun luar biasa nostalgik.
Dari segi kesehatan, baik teman SMP, SMA dan PT yang usianya rata-rata sama dengan saya (sebagian sudah pensiun kerja), banyak yang mulai sakit-sakitan, bahkan sebagian sudah mendahului menghadapNya. Topik pembicaraan pun didominasi dengan hal-hal pencegahan dan penyembuhan penyakit serta tips hidup sehat.
Teman-teman SMP lebih banyak yang sudah mempunyai cucu ketimbang SMA maupun PT.
Tentang keakraban, sudah tentu teman-teman SMP lebih tinggi tingkatannya. Ini tidak berarti diskriminatif, tetapi bisa dimaklumi karena tingkat interaksi yang lama (bahkan ada yang dahulu teman sepermainan) dan tingkat kerinduan yang tinggi.
Hal yang sama dari ketiga reuni itu adalah keinginan berjumpa/bersilaturahmi, sambil menengok teman yang sakit dan mengenang yang sudah tiada.
Hal sama lainnya  adalah  tidak ada yang menyinggung tentang SARA, bahkan tak terpikir sama sekali, semuanya adalah teman-teman sekolah, bukan teman politik yang rawan perselisihan dan perpecahan.
Menurut Epicurus, filsuf Yunani, teman adalah kekayaan. Jika saya hitung berdasar jumlah anggota yang masuk grup WA, maka teman SMP berjumlah 77 orang, SMA 106 orang dan PT 59 orang. Jadi total kekayaan saya dari 3 sekolah itu sejumlah 242 orang. Berapa teman Anda?
Kalau dikonversikan ke rupiah, kira-kira sebesar 242 desilium (x 10 pangkat 33) rupiah, yang tak mungkin disaingi oleh kekayaan negara mana pun di dunia, dan percayalah kemungkinan yang bisa menyaingi hanyalah Anda. (Depok, 212-2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H