Mohon tunggu...
The Writer
The Writer Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ojek Payung

24 Januari 2016   14:01 Diperbarui: 24 Januari 2016   14:47 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ram buruan dong jalannya. Nanti Ujan keburu reda” ucap Udin yang terlihat gusar. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Ramli bergegas menyusul Udin yang beberapa langka berada di depannya. Sore itu hujan mengguyur daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Menyadari ada peluang rejeki, Udin dan Ramli yang baru saja meletakan karung berisi botol-botol bekas di samping rumah buru-buru mencari payung di rumah masing-masing. Rasa lelah seakan tak berdaya menahan langkah kaki kedua bocah yang sebaya itu untuk tetap beristirahat.

Saat langit terlihat mendung tadi, mereka tidak langsung mencari payung. Beberapa hari sebelumnya mereka sempat dikecewakan oleh langit. Waktu itu langit mendung. “Bakal hujan gede nih Din” kata Ramli yang diamini oleh Udin. Tanpa lama berfikir mereka mengambil payung dan menuju Plaza Festival. Setelah menunggu hampir setengah jam, hujan tak kunjung turun. Ternyata hujan tidak turun sore itu. “Kita di-php-in lagi ama langit Din”, Ramli mengutarakan kekecewaan. “Iya, mendung gak selalu berarti turun ujan” timpal Udin yang juga tidak kalah kecewa.

Setelah memastikan sore ini hujan benar-benar turun mereka baru mencari payung. 10 menit kemudian, mereka sudah berada di depan Plaza Festival. Di tempat itu sudah ada anak-anak lain yang berlalu lalang membawa payung. Sesekali mereka menyodorkan payung kepada orang yang berjalan di depan mereka. Orang-orang menyebut mereka sebagai tukang ojek payung. Mereka sendiri tidak pernah peduli dengan status sebagai tukang ojek payung atau apa. Yang penting, mereka mengantarkan orang supaya tidak kehujanan lalu mendapat rupiah.

Udin sendiri tidak pernah memasang tarif. Berapapun yang orang beri diterima tanpa pernah merasa keberatan dengan nominal yang diberikan. Biasanya dia diberi 5 ribu. Jika ada 4 orang yang diantar, maka dia membawa pulang uang kurang lebih 20 ribu. “Jadi tukang ojek payung lebih nguntungin dari pada cari botol-botol bekas di pinggir jalan dari pagi sampe sore Ram” tutur Udin kepada Ramli yang berdiri di sebelahnya menunggu orang yang mau menggunakan jasanya. “Jadi tukang ojek payung gak sampe 2 jam hasilnya kagak beda jauh ama nyari botol bekas seharian” Udin melanjutkan.

“Masalahnya, ujan gak setiap hari turun Din” jawab Ramli. “Apalagi pas musim panas. Ni payung cuma digletakin aja di rumah. Kalo cari botol bekas kan gak harus nunggu ujan” Ramli menyadarkan Udin,  mencari botol masih menjadi pekerjaan yang paling bisa diandalkan. “Iya sih” ujar Udin singkat. Setiap kali hujan turun, mereka selalu ada di Plaza Festival. Terkadang ada orang minta diantar dari pintu keluar Plaza Festival menuju parkiran mobil atau minta diantar dari dalam mobil menuju pintu masuk Plaza Festival.

Seorang wanita muda memakai blus hitam yang baru selesai makan terlihat berjalan melangkah hendak keluar. Udin yang melihat tidak menyianyiakan kesempatan. Dihampirinya wanita itu sambil menyodorkan payung “payung mba”. Wanita itupun mengangguk dan minta diantar menuju parkiran mobil. Setelah masuk ke dalam mobil, wanita yang dipanggil mba oleh Udin itu membuka sedikit kaca dan memberikan uang 20 ribu. Sebelum menerima uang itu, Udin buru-buru mencari kembalian di saku. Ternyata hanya ada 13 ribu hasil menjual botol bekas kemarin sore.

“Mba saya cuma punya uang kembalian 13 ribu, kurang 2 ribu. Boleh saya tukerin dulu uang 20 ribunya ke tukang parkir?” tanya udin lugu kepada wanita itu. “Gak usah dikembaliin. Ambil aja kembaliannya ya” kata wanita itu. Udin mengangguk sambil tersenyum dan mengambil uang 20 ribu yang disodorkan wanita itu lalu mengucapkan terima kasih. Wanita itu kemudian menutup kaca mobil dan pergi meninggalkan Udin yang diam-diam mendoakan yang baik-baik untuk wanita baik itu.

Rupiah demi rupiah dikumpulkan sampai akhirnya hujan mulai reda. Rintik-tintik air yang turun semakin berkurang. Kala adzan maghrib berkumandang, Udin mengajak Ramli sahabatnya mengais rejeki pulang. Badan mereka yang kurus dekil kurang gizi sudah letih. Mereka berjalan pulang melewati gedung-gedung tinggi di sebelah kanan dan kiri tanpa berharap kelak menjadi orang yang kaya. Yang mereka harap, esok langit kembali berkenan menurunkan hujan.

                                                                                ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun