Mohon tunggu...
Wahyu Riska Elsa Pratiwi
Wahyu Riska Elsa Pratiwi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

A student university in Maulana Malik Ibrahim(MMI)State Islamic University Malang take a Psychology.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Your Mindset

2 Oktober 2014   06:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:42 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Do you know what is the mean of mindset?

Do you know how mindset created?

Teman-teman mungkin tidak asing lagi dengan kata ini “MINDSET” ia hadir dalam keseharian kita loh. Kok bisa? Begini, semua tindak-tanduk yang teman lakukan berawal dari pikiran bukan? Setuju kan? Nah, mindset sebagai inti pembelajaran diri menentukan apa yang anda pikirkan dan apa yang anda pikirkan akan menentukan apa yang anda lakukan. Mindset ini kemudian mampu memengaruhi habits, karakter, perilaku dan sikap anda dalam kehidupan.

Dari diskusi yang belakangan saya lakukan dengan beberapa teman, kami sepakat bahwasannya mindset, dapat dijelaskan asalnya melalui tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Tindakan ini mampu dilakukan karena adanya sebuah persepsi akan tindakan yang dilakukan. Jadi mindset sebagai pola pikir seseorang yang mendasari perilaku atau tindakannya sehari-hari (perilaku sadar maupun tidak sadar) bermula dari Information processing (untuk melakukan persepsi kita perlu melakukan pemrosesan informasi).

Sebagaimana kita ketahui persepsi ialah kegiatan menyortir, menginterpretasikan, menganalisis dan mengintegrasikan rangsang yang dibawa oleh organ indera dan otak. Sebuah persepsi tak lain merupakan serangkaian proses rumit yang melaluinya kita memperoleh informasi indrawi. Intinya persepsi mengacu pada interpretasi hal-hal yang kita indera. Ketika kita membaca poster yang ditempel di papan pengumuman, mendengarkan MP3, dipukul orang, mencium bau parfum, atau menyeruput kopi. Kejadian sensorik itu diproses oleh pengetahuan kita akan dunia, sesuai culture, pengharapan, bahkan dengan orang-orang yang bersama kita. Hal-hal tersebut memberikan makna terhadap pengalaman sensorik sederhana-itulah persepsi. Persepsi didahului oleh proses sensasi yaitu pendeteksian dini terhadap energy dari dunia fisik. Dimana studi tentang sensasi umumnya terkait denga struktur dan prosesmekanisme sensorik. Setelah proses ini dialami individu maka berlanjutlah rentetan skema yang kemudian kita kenal dengan atensi. Atensi memungkinkan kita menyeleksi informasi yang paling relevan dengan kita pada satu titik tertentu. Kita tentu memiliki kemampuan untuk memerhatikan informasi penting dan mengabaikan informasi yang tidak relevan bagi kita. Dalam kondisi inilah atensi kita bermain. Ini dapat dilakukan dalam tiga cara:

1.Atensi selektif, secara selektif memerhatikan sebuah informasi sambal menyaring masukan-masukan lainnya. Contoh: mendengarkan lagu di radio mobil seraya mengabaikan suara mesin mobil. Jadi kita sudah mulai membagi/meyeleksi stimulus yang lain.

2.Mengatur atau meningkatkan informasi yang diperhatikan sesuai kebutuhan kita. Contohnya, kita mampu menggunakan sedikit kemampuan atensional kita pada suara mesin yang muncul ketika kita berkendara, dan sebagian sumber daya kita digunakan pada pergerakan lalu lintas di sekeliling kita.

3.Dan bila sesuatu yang jauh lebih penting terjadi, atensi kita dapat diarahkan ke informasi baru dan penting tersebut, seperti ban mobil yang pecah.

Jadi definisi kerja tentang atensi adalah merupakan pemegang kendali atas informasi yang memasuki kesadaran kita; proses ini memiliki kapastitas terbatas dan dapat dikendalikan secara sadar. Oleh karenanya menurut Posner (1993) dalam buku Psikologi Kognitif karangan Jonathan Ling dan Jonathan Catling terdapat tiga fase berbeda dalam penelitian atensional. (1) Tahun 1950-an dan 1960-an manusia sebagai pemrosesan saluran tunggal, (2) tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-an focus pada proses-proses otomatis internal dan terkendali, dan (3) akhir 1980-an hingga kini ilmu syaraf kognitif, focus pada data pasien dan percontohan komputer (modelling).

Nah, dengan memberikan atensi pada sebuah kejadian sensorik yang kita alami maka akan terbentuk persepsi. Para psikolog yang mengkaji mengenai persepsi telah mengembangkan dua teori utama tentang cara manusia memahami dunia. Pertama lewat teori persepsi konstruktif yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksi persepsi dengan aktif lewat pemilihan stimuli an penggabungan sensasi dengan memori. Lebih jelasnya “Teori persepsi konstruktif disusun berdasarkan anggapan bahwa selama persepsi, kita membentuk dan mnguji hipotesis-hipotesi yang berhubungan dengan persepsi berdasarkan apa yang kita indera dan apa yang kita ketahui.” (Robert L. Solso, dkk, 2008, p. 122). Teori lainnya persepsi langsung, menyatakan bahwa persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung dari lingkungan. Maksudnya proses kognisi tidak menjadi konsep utama karena lingkungan telah mencakup informasi yg dapat digunakan untuk interpretasi. Kemudian terdapat sejumlah teori spesifik yang mendapat dukungan meskipun tidak semua porsi dukungan sama pada masing-masing teori. Teori-teori itu diantaranya:

1.Teori gestalt, mengajukan ide bahwa persepsi pola-pola diorganisasikan pada 4 prinsip yaitu, law of proximity (kedekatan), law of similarity (kesamaan), dan law of spontaneous organization.

2.Teori pencocokan template, pengenalan objek terjadi ketika representasi internal stimuli (gambaran stimuli yang disimpan dalam memori pengamat) sama persis dengan stimuli yang diindera sistem sensorik.

3.Teori analisis fitur, gagasan bahwa pengenalan objek terjadi hanya setelah stimuli dianalisis berdasarkan komponen-komponen dasarnya.

Pengenalan objek pada manusia ini umumnya melibatkan aspek visual terhadap rangsangan/stimuli sebagai masukan yang kemudian tersimpan dalam memori jangka panjang.

Nah, persepsi yang berhasil dibentuk secara terus menerus/terjadi berulang kali akan membentuk mindset. Mindset yang terbentuk akan sulit untuk diubah. Untuk mengubah mindset maka kita harus merubah persepsinya. Dengan cara memberikan stimulus yang baru pada seseorang dengan kata lain membentuk persepsi yang baru lagi, persepsi yang lebih kuat untuk menggantikan persepsi lama yang telah terbentuk.

Adapun bila tulisan ini memiliki banyak kekurangan seperti adanya kesalahan persepsi pada mindset, penulis mohon maaf. Karena, itulah pemahaman penulis kini.

Terima kasih sudah membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun