Mohon tunggu...
Mardigu Wowiek Prasantyo
Mardigu Wowiek Prasantyo Mohon Tunggu... -

Pembisnis Diehard Enterpeuner, Amateur writer, Psychology antusias, Pakar mikroexpresi, Pengamat Intelegent, Pengamat Terorisme.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bank Impian

5 Agustus 2016   10:42 Diperbarui: 5 Agustus 2016   11:08 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebagaimana kita ketahui, banyak pengusaha yang tidak menyukai system perbankan saat ini di Indonesia. Salah satunya alasan inilah yang membuat tekanan ketidak suakaan atas langkah  gubernur BI Agus Marto  yang sangat tidak pro pertumbuhan ekonomi.

Latar belakangnya sebagai banker indonesia inilah yang membuat dia terbingkai frame lama yang tidak bisa di bongkar dan keukeuh atas pendapatnya. Bagi banyak pengamat cara bank saat ini sangat ribawi dan banker adalah bukan agent perubahan ekonomi. Agent perusak ekonomi mah iya. Satupun perhitungan usaha manufaktur dan industry pakai perhitungan bunga pinjaman bank di Indonesia saat ini, maka hampir bisa di katakan, ngak ada yang masuk.

Bener, dengan bunga 15%, manufaktur dan industry lama balik modalnya, susah. Bisa-bisa 8-10 tahun. Tapi dengan bunga asing 6% industry akan cepat balik modal dan akan tumbuh banyak.

Inilah yang menjadi kendala pemerintahan pak Jokowi. Bunga bank yang tinggi. Hal inilah yang selalu menjadi kalimat saya kepada para banker di Indonesia.

Makanya banker kalau ketemu saya sangat sebel. Saya selalu meledek mereka. Ngak bisa bisnis lah, penakut lah, over analysis lah, gila jaminan lah. Bunga mencekik dan mau untung sendiri lah. bayangkan di negera manapun, kalau suku bunga deposito 5%, maka kredit paling tinggi selisih 3%. Alias 8%. Singapore misalnya deposito 2%, kredit 4-5%. Selisih 2-3%, banker sudah cukup menguntungkan sisi operasi perbankan.

Disini, suku bunga deposito 6%. Kredit kalau kita pinjam 13-15%. Selisih bisa sampai 9%. Kalau saya bilang ke banker, ah payah luh, ambil untung gede banget. 9%. Dasar rentenir. Lalu mereka bilang, ngak pak, khan kita harus hitung inflasi, 6%. Jadi 6 % deposito +6% inflasi.

Saya jawab dengan nada tinggi (karena emang saya sebel), jiaah dasar lu banker mah emang geblek, inflasi itu yang nanggung yang punya uang, para pemilik deposito yang nanggung bukan bank. Gimana sih cara ngitung kok begitu? Aturan BI?! Ganti tuh orang BI semua, rentenir semua! egois semua! Jangan ngurus bank deh tuh BI. Dan banyak lagi ledekan, sindiran saya urusan ini, semua sahabat tahu. Dan saya sebel dengan cara hitungan kredit doang loh ya, bukan instrument lainnya.

Sebaiknya gubernur BI di ganti! Dan sangat berharap  yang masuk bakal merubah drastis peraturan perbankan yang selama ini ala rentenir menjadi sangat “fairplay”. Seperti apa sih sebenranya Gubernur BI yang di impikan?

Ok kita rincikan dan sekalian menjawab beberapa pertanyaan. Karena dalam tulisan terdahulu para sahabat netizen banyak berkomentar dengan kalimat seperti ini, jangan mengkritik saja, mana sarannya? Ah ngomong doang mardigu! Dan banyak tulisan senada.

Saya seneng membacanya. Walau sebenernya saya ingin juga menantang dengan berkomentar, kalau saya ngak punya solusi, apakah kamu punya solusi atas masalah kredit perbankan yang rentenir ini menjadi tidak rentenir lagi?

Tapi ya ngak usah tunggu-tungguan. Karena bukan itu maksudnya. Saya ingin semua sahabat memandang hal ini dan mencari solusi bersama. Dan ada baiknya Saya saja yang mulai duluan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun