Di suatu hari yang sangat panas di Jakarta . Saya sengaja tidak melakukan aktivitas apapun hari itu. Saya berhenti di sebuah kedai kopi Franchise Amerika yang menjamur di seluruh belahan bumi.Di tempat tempat elitnya tentu saja. Ditempat yang elit bahkan bisa dibilang Champ Elysse nya Indonesia pun sepertinya harus ada. Saya memesan kopi hangat dengan harga yang hangat juga. Mata saya kemudian tertuju pada koran harian ibu kota yang dihalaman depan nya memasang dua wajah wanita Indonesia yang hari itu dan hari masih berseteru mungkin. Dan menjadi magma berita dimana mana. Julia Perrez dan Dewi Perssik adu jotos dilokasi syuting film terbaru nya. Begitu tertulis jelas. Tak beberapa lama koran itu dibuang oleh sang empunya di tong sampah . Lalu beberapa wanita socialita dibelakang saya sedikit menggunjing. Setelah sepertinya mereka melihat pemandangan yang sama seperti yang saya lihat. Atau terpakasa mata mereka melihat gambar yang sama seperti yang saya lihat .
" Saya itu jijik banget melihat gaya Julia Perrez itu . Haduh,suaranya fales,goyangan nya juga gak jelas." Kata perempuan satu nya yang berbaju belahan rendah lebih panas. Lebih panas dan lebih pahit dari black coffee yang saya seruput dari tadi. " Mending Jupe mah,saya kalau di tv saya ada Dewi Perssik langsung saya matikan .Saya bayar tv kabel mahal mahal cuma disuguhi perempuan yang doyan gergaji. Saya hueks banget. Apaan coba maksud nya,main film akting nya gak bisa,apa nya yang mau dijual. "
Begitulah omongan socialita negeri ini . High end . Orang orang elit yang mengklaim mereka berpendidikan tinggi,berkehidupan sosial kelas atas bahkan mengunjingan penyanyi dangdut yangs edang tertimpa sial karena disalah satu scene di film mereka berdua terpaksa harus berkelahi karena urusan pribadi yang memancing urusan professional. Intinya kan ,si artis artis ini mencari nafkah ,membanting tulang untuk bertahan hidup dikota sebesar Jakarta. Selain pemeo : apapun akan dilakukan orang di Jakarta untuk bertahan hidup " juga berlaku bagi mereka . Saya yaqin kedua artis ini juga harus mempertahan kan eksis tensi nya di jagad industry hiburan. Apa yang mereka lakukan hanyalah scripted seperti tertulis di dalam skenario film yang mereka terima. JAtunya harus film esex esex yang lari ke tangan mereka ya itu tidak jauh dari seperti apa pilihan yang telah dimulai di industry ini. Mereka tidak bisa lari itu. Dan seandainya harus jadi bahan gunjingan ibu ibu yang ingin melindungi nasib anak anak mereka dari tontonan yang tidak berpendidikan itu juga hak para ibu ibu.
Dewi Muria Agung atau Dewi Perssik memulai karir sebagai penyanyi dangdut dengan extreme figure. Dengan mengandalkan otot nya . Meliuk liuk seperti pegawai bangunan yang memotong kayu bahan pembuat pintu dan kusen. Lihat saja keringat nya dipanggung . Tidak jauh berbedakan ? dan itu pun diklaim sendiri sama si empunya . Goyang gergaji . Jangan sebut Dewi perssik kalau tidak menimbulkan kontroversi . Itupun lahir dari bibirnya sendiri. Dari apa yang dimulai ,publik pun mulai menilai seperti apa sosok dewi perssik dan dikategorikan dibagian mana di rimba entertainment. Ketika tawaran main film pun datang kepada sosok Dewi Perssik ,film film yang mengalir ke pundi pundinya adalah film film kelas menengah kebawah yang mengumbar adegan paha menipu,dada menipu dan sebagian adegan horor jaman Suzanna yang sengaja di re-make dengan sudut yang sedikit berbeda. Dan film film seperti ini di beberapa penilaian orang di Jakarta adalah film kelas rendahan dan tidak menjual kualitas. Hanya menjual kesensualan si pemain. Tersebutlah Dewi Perssik dan Julia Perrez diantaranya. Tak hayal nama kedua nya jadi bulan bulanan opini publik yang mengklaim konsern dengan moralitas. Juga para pembuat film dan penikmat film import . Mereka samapi geleng geleng kepala ketika melihat poster film dua orang selebritis tanah air ini dipampang di beberapa jaringan bioskop di jakarta. " Film apaan . Mending nonton dvd bajakan deh gue'" Begitu kejujuran itu meluncur dari mulut seorang mahasiswa tehnik elektro yang keeteulan penggila film,katanya. Lalu saya sempatkan diri bertanya.
" tidak suka film negeri sendiri nih?''
" Suka mas,tapi yang film berkelas dong ''
"berkelas maksudnya''?
" yah...kayak Laskar Pelangi . Pasir Berbisik"
"oh....." saya mengkerutkan dahi. lalu mencoba mendengarkan kalimat kalimat si mahasiswa ini.
"itu mas,saya jijik lihat film film nasional sekarang. Bayangkan seperti apa nasib negeri ini kalo tontonan nya film film yang tidak mendidik sama sekali. Pocong keliling, Arwah Goyang Karawang,Tali Pocong Perawan ,...maksudnya apa itu. Isinya pesan moralnya dimana?''
"memang film harus ada pesan moral nya ya ?" harus gitu?'' kirain film kan cuma have fun dibioskop'' jawab saya coba coba memberi ide konyol saya.