Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi mengatur kebijakan energi terbarukan di Indonesia. Khususnya, UU tersebut menetapkan bahwa pemerintah nasional dan daerah harus meningkatkan ketersediaan energi baru dan energi terbarukan (EBT).
Dewan Energi Nasional (DEN) membangun dan menetapkan Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2000, dengan persetujuan DPR RI. KEN harus menjadi pedoman untuk pengelolaan energi nasional yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Pemerintah bersama DPR RI telah menetapkan bahwa KEN harus dibuat. KEN bertujuan agar pemanfatan EBT mencapai setidaknya 23% dari bauran energi primer nasional pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050.Menurut Dewan Energi Nasional, hingga akhir 2022, bauran energi terbarukan nasional mencapai 12,3%.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan adalah salah satunya yang berkaitan dengan penggunaan energi terbarukan. Pemerintah pusat dan/atau daerah dapat membantu dalam bentuk insentif fiskal, kemudahan perijinan dan nonperijinan, harga beli tenaga listrik dari masing-masing sumber EBT, pembentukan badan usaha khusus untuk menyediakan tenaga listrik untuk dijual ke PT PLN (Persero), dan/atau subsidi.
Untuk mendukung pelaksanaan KEN, Undang-undang Energi mengamanatkan penyusunan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) sampai dengan tahun 2050. RUEN dibentuk menjadi kebijakan energi terbarukan dan penjabaran rencana pelaksanaan KEN di berbagai sektor untuk mendukung kemandirian dan ketahanan energi dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan. Presiden Jokowi menandatangani RUEN pada 2 Maret 2017.Â
Berbagai kebijakan telah dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk mendorong pengembangan energi terbarukan (EBT), termasuk:
RUEN: Tujuannya adalah untuk mencapai 23% bauran energi terbarukan pada tahun 2025.
Perpres 22/2017: Memudahkan perizinan bisnis EBT dan mendorong investor
Permen ESDM 53/2020 mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap.
Jumlah EBT yang terpasang telah meningkat sebagai akibat dari kebijakan-kebijakan tersebut.
Tapi masih ada beberapa masalah yang harus diatasi, seperti: Biaya investasi EBT masih tinggi dan infrastruktur pendukung kurang.Koordinasi antar-instansi belum ideal
Situasi Energi Terbarukan Saat Ini
Di Indonesia, energi terbarukan mulai mendapat perhatian dan dukungan yang lebih besar, meskipun masih ada kendala. Ini dapat dilihat dari: Meningkatnya investasi di sektor EBT, munculnya proyek skala besar EBT, dan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya EBT. Namun, porsi EBT dalam bauran energi nasional masih rendah, sekitar 8 persen pada tahun 2023, dan diperlukan upaya yang lebih besar untuk mencapai target 23 persen pada tahun 2025.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H