Mohon tunggu...
Bisma Cakradara
Bisma Cakradara Mohon Tunggu... -

Aku bukan siapa-siapa, dan aku bukan apa-apa. aku hanya ingin menjadi apa yang anda pikirkan tentang aku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Surau

25 Mei 2013   18:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:02 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Turun, turun….!!!!”
“Ganti aja Kyainya, jadi imamnya nggak becus..!!!!”
“Sompret…!!!. Tidak pantas kamu menjadi Kyai mushala ini.”
Tiba-tiba terdengar suara teriakan-teriakan dari barisan belakang, bahkan sesekali terdengar cacian dan sumpah serapah terlontar dari mulut jamaah. Mulut yang biasa mereka hiasi dengan asma-asma Allah kini berubah 360 derajat menjadi makian dan cercaan. Kekusyu’an shalat tarawih berubah menjadi gaduh , hiruk pikuk suara teriakan jama’ah yang tidak puas dengan kepemimpinan Kyai baru. mereka mendemo sang Imam surau. Api kemarahan terlihat dari mata merah mereka seakan-akan hendak menyembul keluar dan membakar surau. Mereka berusaha merangsek maju untuk menyeret sang Kyai, saling dorongpun terjadi. tapi usaha mereka berhasil dihalang-halangi oleh jama’ah lain.
“Ganti..ganti..!!!”, kini jama’ah dari kaum hawa ikut-ikutan bersuara. Mereka mulai terprovokasi. Rumah Tuhan pun sontak menjadi arena Demontrasi para jama’ah surau.
***********

Setelah kematian Pak Yai Sepuh, kursi Imam yang ditinggalkannya menjadi rebutan beberapa orang. Mereka pikir titel Kyai bisa mengangkat derajat mereka di mata masyarakat, dengan menjadi Kyai akan dihormati dan disembah oleh masyarakat, atau mereka kira dengan ada embel-embek Kyai kan memuluskan langkahnya ke Surga. Apa mungkin karena setiap habis panen padi pak kyai mendapat dana infak dari para jama’ahnya yang jumlahnya begitu menggiurkan, sehingga hal inilah yang menjadi rebutan untuk menjadi Kyai, belum lagi dapat beras Zakat ketika sebelum suara Takbir Idul fitri berkumandang.
Sekarang Para Jama’ah terpecah menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok mengklaim bahwa ketua mereka yang berhak menjadi warsatul anbiya,penerus para wali. Sebenarnya hal ini sudah pernah dimusyawarahkan untuk mencari titik temu siapa yang pantas untuk diangkat menjadi Pak Kyai, tapi hasilnya nihil alias buntu karena masing-masing calon Kyai ngotot bahwa dirinyalah yang merasa berhak menjadi Kyai.
“Dalam fiqih syarat untuk menjadi Imam shalat adalah orang yang lebih tua, dan kalau acuannya ilmu fiqih maka saya yang berhak untuk memimpin surau ini”
“Betul tidak bapak-ibu sekalian….?”.kata Wak Bogel berapi-api.
“Betuullllllllllllllllllllll” terdengar suara riuh rendah pendukungya disertai dengan tepukan tangan dan sesekali terdengar siulan.
“Oh tidak bisa, kalau sampean referensinya ilmu fiqih maka aku yang berhak, karena aku yang paling ahli dalam masalah agama, wong titelku Sarjana Islam ko ”
“Injih Boten Bu/Pak….?”. Pak Lamsijan pun tak mau kalah omong.
“Injiiiiiihhhhhh”. Para pendukung Pak Lamsijan pun berteriak satu komando.
“Maaf. Seharusnya saya yang menjadi Kyai mushala ini, karena diantara kalian saya yang paling fasih dalam bacaan al-qur’an”. Terdengar suara Pak Karyo calon Kyai nomer tiga. Suasana semakin kacau, para pendukung masing-masing calon mulai tersulut emosi.
DeathLock, akhirnya musyawarah malam itu hanya menghasilkan jalan buntu. Jama’ah membubarkan diri dan pulang kerumah masing-masing dengan perasaan tidak puas.

***********

Kampung Talok geger, bukan karena salah satu warganya dapat undian lotre yang dapat milyaran rupiah. Tapi ini karena Mushala Al-Lumunium hilang, lenyap bak ditelan bumi. Menjelang shalat subuh Mang sitok ke mushala untuk mengumandangkan suara Adzan, sesampainya ditempat yang dituju mang sitok tidak menemukan mushala, tapi hanya tanah lapang. Mang sitok bingung bukan kepalang. Dia hanya bisa melongo tak mengerti dengan apa yang terjadi.
“ah ora mungkin tajuge ilang?”
“Pasti ini mimpi…” Ujar mang sitok sambil mencubit kulit tangannya.
“Aduh sakit”..mang sitok merasa kesakitan.
Disaat mang sitok dalam kebingungan jama’ah lain mulai berdatangan. Merekapun tak kalah terkejutnya melihat kejadian tersebut.
Desas-desus lenyapnya mushola Al-Lumunium menyebar luas ke seluruh pelosok desa Talok. Ada yang mengira hilangnya surau Al-Lumunium karena murka Allah. Allah marah karena Rumahnya telah dibisniskan dan menjadi rebutan. Kabar lain mengatakan bahwa surau itu telah dipindahkan oleh Jin Islam ke tempat lain karena Jin Islam penghuni Mihrab surau itu marah karena tempatnya menjadi sebab terpecahnya jama’ah surau Al-Lumunium. Bahkan sampai ada jamaah mushala itu yang pergi ke dukun untuk menanyakan keberadaan surau itu.
Silih berganti orang-orang datang dan pergi untuk menyaksikan kebenaran cerita hilangnya surau Al-Lumunium. Sekarang tempat itu menjadi pasar kaget, berduyun-duyun para pedagang datang untuk menjajakan barang jualannya.

********

Hening sepi tanpa suara, tak terdengar lagi suara ibu-ibu yang mendayu-dayu membacakan kitab al-barzanji, tidak ada lagi suara muadzin yang melengking mengajak hamba-hamba Allah untuk mendirikan shalat berjama’ah. Bukan mereka tak mendengar, bukan mereka tak mengerti tapi sekarang mereka tidak peduli dengan itu semua. Mereka anggap agama bukan saja disandera dan dieksploitasi, tetapi, sekaligus dibeli untuk dijual. Diperdagangkan bukan saja dimimbar masjid dan dijalanan dengan selendang dan symbol kecendekiaan. Tetapi digadai untuk kemudian dijual. Dengan atas nama agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun