Setelah satu bulan berpuasa mensucikan diri, maka hari raya idul fitri adalah hari kemenangan sejati bagi orang-orang islam yang menjalankan puasa dengan memenjarakan segala jenis hawa nafsu. Islam tidak memperbolehkan hari raya idul fitri hanya sebagai perayaan secara simbolik. Berhura-hura dan bermewah.
Tapi nyatanya saat ini umat Islam memaknai idul fitri hanya sebatas simbolik, sehingga tak heran kalau di hari raya idul fitri justru dijadikan ajang pamer atau riya. Mereka suka memamerkan pakaian baru mereka yang bermerk (bagus-bagusan klambi), tak ketinggalan kaum hawa juga memamerkan perhiasan mereka. Maka tak heran ketika menjelang lebaran, dari pasar rakyat sampai mall dipenuhi oleh manusia yang hendak belanja baju lebaran, perhiasan, dan lain sebagainya.
Dan yang paling miris adalah prilaku kaum muda yang memaknai hari raya Idul fitri dengan mabuk-mabukan sambil berjoget ria dimalam Idul Fitri, kadang suara hingar bingar music dari jondol-jondol mengalahkan suara takbir dari mushala ataupun masjid. Maka tak heran ketika Idul Fitri kita mendengar banyak orang tewas karena minuman keras oplosan, belum lagi pesta petasan.
Syeikh Abdul Qadir al-Jailany dalam al-Gunyah-nya berpendapat, merayakan Idul Fitri tidak harus dengan baju baru, tapi jadikanlah Idul fitri ajang tasyakur, refleksi diri untuk kembali mendekatkan diri pada Alah Swt. Momen mengasah kepekaan sosial kita. Ada pemandangan paradoks, betapa disaat kita berbahagia ini, saudara-saudara kita di tempat-tempat lain masih banyak menangis menahan lapar. Bersyukurlah kita! Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1434 H. Mohon maaf lahir dan bathin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H