Kisruh politik akhir-akhir ini merupakan buntut panjang dari ketidaktegasan presiden untuk memutuskan melantik atau mengusulkan orang baru sebagai pucuk pimpinan Polri. Kegaduhan politik yang satu memunculkan kegaduhan baru seperti cerita bersambung setiap harinya (terus kerja, kerja, kerja nya kapaaaan? ). Banyak tokoh-tokoh hukum menyarankan presiden Jokowi segera menyelesaikan percikan kecil ini, sebelum semuanya menjadi kebakaran besar yang akan lebih sulit untuk ditangani.
Kecuali popularitasnya (semu kaaan..?), sejatinya Jokowi sebagai pribadi bukanlah sosok yang ideal untuk menjadi seorang Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menilik latar belakangnya seorang sarjana kehutanan tentulah Jokowi "buta" akan hukum dan politik secara detail (pengalaman birokratnya belum mumpuni, broo). Sementara posisi presiden setiap "gerak-geriknya" selalu harus selaras dengan hukum yang berlaku (hampir seluruh Presiden Amerika berlatar belakang pendidikan hukum & Politik). Konsekuensi logis tentu presiden akan berkonsultasi untuk seluruh tetek bengek kebijakannya dengan pakar hukum yang ada di kabinet dan staf ahli hukum kepresidenan (efektifkah...?? dengan banyaknya pasal-pasal yang debatable).
Kenapa presiden tak kunjung mengambil keputusan yang tegas mengenai BG..?? Masalah konstruksi hukum yang rumit..?? atau murni urusan politik yang ribet..??
Justru kerumitan dan keribetan itulah tantangan seorang presiden, tapi pak presiden malah berdalih urusan ini  rumit sehingga perlu pertimbangan yang matang ( orang awam juga tahu kalo gampang mah..). Seorang presiden, wajib dengan waktu yang sesingkat-singkatnya segera dapat memutuskan karena ini berhubunngan dengan momentum, apakah pimpinan Negeri ini masih pro dengan pemberantasan korupsi atau kontra. Rakyat awam seperti saya, sudah dapat membaca bila presiden menegaskan dirinya tak punya nyali untuk segera menyelesaikan kasus BG. Presiden tak benar-benar menyerap aspirasi rakyat sepenuhnya. Mayoritas rakyat tahu siapa yang berlindung dibalik hukum yang abu-abu dan siapa yang menegakkan hukum yang sejati, hukum yang menggunakan hati nurani. Begitulah kekuasaan, membuat orang ingin mempertahankan selama mungkin, meskipun harus mengorbankan kepekaan, komitmen awal, dan yang pasti suara rakyat yang dipikulnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H