Dukungan Suryadharma Ali (SDA) saat kampanye Gerindra, ternyata berbuntut panjang.  Sebagai ketum PPP, sangat susah memisahkan ( kalo tidak mau dibilang tidak bisa) aktivitas politik SDA sebagai pribadi dan ketum sebuah partai, apalagi menggunakan atribut-atribut partai saat melakukan aktivitasnya. PPP sebagai sebuah partai tentu memiliki  AD / ART yang mesti ditaati oleh seluruh anggotanya, tidak terkecuali ketum partai sebagai aturan main yang mengikat seluruh anggota dan kadernya. Lantas kenapa afiliasi SDA dengan salah satu capres populer (Prabowo) justru berkembang menjadi konflik internal  ? Versi SDA : langkah potitiknya berkoalisi dengan Gerindra adalah langkah politik yang legal, karena di didukung elemen-elemen partai PPP secara organisasi partai politik. Tapi kenapa yang mencuat ke publik justru konflik internal dengan mempertanyakan langkah SDA yang dianggap sebagai langkah pribadi dengan mengatas namakan partai ? (sungguh pelik bukan).
Pengumuman koalisi PPP ke Gerindra sebagai dukungan pencapresan Prabowo, yang disiarkan secara luas oleh sebuah stasiun tv nasional, sungguh mengagetkan (kali ini tetangga saya tidak kaget). Dalam sesi wawancara SDA mengatakan : dukungan yang diberikan (mengatas namakan) PPP kepada prabowo  ikhlas tanpa deal-deal apapun ( didepan wartawan tanpa kompensasi apapun, dibelakang publik siapa tahu ). Justru SDA dengan berkelakar menyebut koalisinya dengan Gerindra dengan koalisi " Gabah" = Garuda-Ka'bah. Mengagetkan publik, karena sehari sebelumnya SDA dengan "jajarannya"  baru saja memecat dan melakukan mutasi beberapa jajaran DPW, DPP dan PH (pengurus harian). Justru keputusan dukungan yang serba cepat ke Gerindra, ditanggapi Prabowo sebagai dukungan yang mengharukannya,  sekaligus memiliki makna penting bagi Gerindra mengingat suara pilegnya hanya sekitar 12% saja.
Baru sehari pengukuhan dukungan PPP ke Gerindra diumumkan SDA, Emron Pangkali (EP) waketum PPP sebagai pihak yang kontra dengan langkah politik  SDA menyatakan langkah koalisi SDA sebagai sikap yang illegal karena koalisi hanya dapat diputuskan lewat Rapimnas bukan keputusan Pengurus Harian. Tentunya dibelakang EP juga ada "jajaran" elit PPP yang mendukunganya sebut saja Romi Romahurmuziy (sekjen PPP) yg juga dimutasi menjadi ketua DPP. EP dan "jajarannya" juga dengan gerak cepat, menggelar Rapimnas yang menghasilkan keputusan penting : memberhentikan SDA sebagai ketum PPP, dan sebagai Pjs ketum sementara diberikan kepada EP sampai dengan dilaksanakannya Muktamar. Bagaimana tanggapan SDA ? seperti yang diduga penulis,  SDA melawan keputusan pemberhentian dirinya dengan menyebut  rapimnas tidak dapat digunakan media melengserkan dirinya, yang dapat melengserkan ketum hanyalah Muktamar luar biasa. Tapi pihak EP berkilah, dengan kembali menyatakan Rapimnas sah karena sudah dihadiri setengah lebih anggota DPP.
Dampak konflik internal PPP, akan memiliki imbas terhadap "koalisi" yang sudah dibangun bersama Gerindra. Perpecahan ditubuh PPP tentunya akan membuat pihak Gerindra was-was dengan kerja sama yang sudah disepakati dengan SDA. Apalagi nantinya EP sebagai "lawan" SDA dianggap secara dejure dandefacto mewakili PPP oleh simpatisan partai PPP. Gerindra diperlukan segera membuka komunikasi dan jika dimungkinkan mendeklarasikan koalisi baru sebagai cadangan amunisi dengan parpol lain (tentunya koalisi baru dengan partai lain, akan berharga mahal, dibawah terdesaknya posisi Gerindra), jika tidak ingin pencaparesan Prabowo dalam kondisi "kritis". Berita positifnya bahwa para kyai NU  yang berkumpul di Jombang tadi malam, memberikan dukungan terhadap Mahfud MD untuk berpasangan dengan Prabowo dalam capres mendatang, ini bisa menjadi sinyal positif untuk Gerindra dalam menjalin komunikasi dengan PKB..? ( bisa jadi )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H