Mohon tunggu...
Pak Cilik
Pak Cilik Mohon Tunggu... Pegiat Teknologi Informasi -

berpikir, berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Hantu Kerbau di Kamar Presiden

4 Februari 2010   23:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:05 1908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_68425" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock.com)"][/caption] Berapi-api, tanpa ragu, demonstran itu berjelas, "Kami membawa kerbau bukan sebagai tanda, yang merepresentasikan SBY. Tetapi kami membawanya sebagai simbol. Simbol dari kekuasaan yang lamban dan ragu-ragu dalam mengatasi masalah bangsa".

Demikian disaksikan di layar kaca, hari Rabu, 3 Februari silam. Mengatakan tanda dan simbol, nampaknya si demonstran telah terbiasa dengan ilmu tanda dan simbol yang ternama itu, semiotika dan hermeneutika.

Namun sekuat-kuat argumen demonstran itu, masih kuat juga pembenaran polisi, untuk mencegah kerbau itu turun gunung kedua kalinya. Kerbau itu pernah dipertunjukkan di demo yang 28 Januari kemaren, dan karena kesuksesannya, para demonstran ingin memamerkannya sekali lagi. Namun kerbau itu telah dihentikan di Kalimalang, Jakarta Timur, dengan alasan yang kurang meyakinkan. "Dikhawatirkan mengganggu kepentingan umum, bagaimana kalau kerbau itu mengamuk di jalan," cegah Pak Polisi.

Agaknya pengetahuan si demonstran tentang tanda dan makna, jauh lebih baik dari pengetahuan Pak Polisi tentang kerbau, andaikata kekhawatiran Pak Polisi itu, benar-benar jujur tulus dari hatinya.

Kerbau dapat dikatakan hewan yang sangat jinak. Seorang anak penggembala dilukiskan meniup seruling di atasnya. Suatu hal yang sangat sulit dilakukan di atas hewan sejenis, yaitu sapi. Sapi bisa digiring tetapi cenderung menolak kalau dinaiki.  Juga lebih ramah dari kuda, karena untuk menunggang kuda perlu latihan. Sedang penulis sendiri di masa kecil sering dengan sengaja digendongkan di atas punggung kerbau yang berkubang di sawah.

Dugaan saya, Pak Polisi telah membaca isyarat-isyarat dari para petinggi negara, bahwa demo membawa kerbau adalah sesuatu melanggar falsafah etika bangsa. Dan kerbau pun dilarang demo.

Kerbau memang hewan terlarang, tapi ini berlaku untuk suatu etnis atau budaya tertentu. Kalau anda mengunjungi alun-alun selatan kota Solo, dan pas anda beruntung, anda akan melihat kerbau-kerbau putih (kebo bule), yang merupakan salah satu benda pusaka keraton dan pasti terlarang. Kerbau-kerbau itu biasa disebut kyai Slamet. Pembawa keselamatan. Pada hari biasa, karena berkubang di lumpur, kerbau-kerbau itu biasanya nampak lusuh dan kumal.

Menjelang awal tahun hijriah, kerbau-kerbau itu akan dimandikan seputih-putihnya untuk diarak dalam kirab tahun baru bersama pusaka-pusaka keraton yang lain. Pun sebagai cucuk lampah. Kerbau-kerbau itu dibiarkan kemanapun pergi, tidak dilarang-larang, dan peserta kirab hanya mengikuti saja. Warga pun boleh berebut kotoran kerbau tersebut, yang dipercaya dapat membawa berkah.

Kerbau di kasunanan Surakarta tersebut telah menjalankan perannya sebagai tanda dan simbol bagi magis-keramatnya keraton dan penguasanya. Paling tidak pada zaman dulu. Sekarang ini, para kolektor sering lancang menjamah kesucian keraton juga demi keuntungan sesaat.

Lain di Solo, lain di Jakarta

"Kami tidak mengatakan SBY seperti kerbau. Kalau SBY memaknai kerbau itu sebagai sindiran terhadap dirinya, itu terserah SBY," lanjut sang demonstran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun