Mohon tunggu...
Pak Cilik
Pak Cilik Mohon Tunggu... Pegiat Teknologi Informasi -

berpikir, berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belati Sang Arok

15 Maret 2010   04:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:25 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bukan karena pamornya saja benda itu merah. Panas dan membara ketika lelaki muda mencabutnya dari perapian.

Diangkatnya setinggi wajah. “Hari ini seharusnya sudah milikku” katanya.

Di depannya, lelaki tua tersenyum. Berhenti menggosok sebuah bakal warangka, ia menatap sebilah benda merah di antara dua mata pemesannya.

Arok, kesempurnaan membutuhkan waktu, ” katanya.

Jengkrik malam masih bersahutan. Angin dingin menembus sela-sela anyaman dinding bambu. Tetapi bilik itu dihangatkan hawa logam yang membara.

Gandring, engkau tidak menepati janji. ” kata si pemuda.

Ditatapnya mata pemuda itu. Ada kelancangan. Ada keberanian. Ada prajurit yang berbaris menabuh genderang. Ada kapal-kapal, rumah-rumah yang terbakar. Ada asap.

Asap juga mendesis di dadanya sendiri. Ngilu, amat ngilu di ulu hati, merayap ke arah punggung, menjadi dingin. Semakin dingin, menyebar ke penjuru tubuh. Arok telah menyatukan sebilah logam itu dengan dada Gandring.

“Bayar!” Dalam sekarat ia membentak.

“Yang ingkar janji tidak dibayar, ” jawab Arok.

Giginya gemeretak. Tubuhnya masih berdiri karena disangga keris. Tetapi dari bibirnya masih keluar suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun