Mohon tunggu...
Wong Agung Pakubumi
Wong Agung Pakubumi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

hanyalah seorang bocah yg suka Angon Bebek..yg setia menggiring bebek2 nya dr belakang\r\n\r\nWong Agung PakubumiBuat Lencana Anda

Selanjutnya

Tutup

Puisi

....Mencintai ???

11 April 2012   04:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:46 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Irawati 2 (sepertiga waktu mencintaimu )

Residu mengendap endap pekat enggan beranjak rekat,
Meski hitam tlah beranjak cetuskan kelabu...
Namun kusamnya tetaplah bersanding di dasarnya perigi hati,
Sudut kisi hati yang tetaplah terjerembap dikubangan rasa yang tersesat

Senja selalu berharap malam memeluk mendekap,

tetaplah disini terlelap memeluk mimpi yang pernah kumiliki,
Akankah terkekalkan untaian rasa ini,
Buaian bilangan semu ataukah sempurnanya rasa yg kini ku punya?
Rasa dimana tiada permohonan juga tiada seutas pertalian,
Tak seucap bait...tak sepatah kata...bahwasanya dan bila mana...
Karena memang tlah tak kurasa...tak punya...juga tak tersirat lagi sekuntum cinta...
Tapi mengapa jiwa ini terlalu puas tuk sekedar torehkan dongeng ini,
Dongeng bocah yang begitu jujur tuk tulis alenia di hatimu...
Meski hanyalah sepenggal sepertiga detak detik ku hirup wangi kasihmu,
Namun itulah cinta yang lugu...cinta yang kini teranggap terpaksa di jadikan semu,

Sepertiga waktu tlah terlewatkan,
Dimana bibir hati dan jiwa ini pernah melantunkan namamu,
Dongeng irawati pujaan hati masihlah terpahat di persimpangan itu,
Meski tiada kuasa raga tuk mendekap di hari malam siangku,
Tak jua rindu tak lepas menyejukkan kalbu...cinta yang semu tetaplah memeluk jiwaku...
Irawati pujaan hati...

kata

Menggeliat menyenandungkan rasa raga tiada berbahasa,
Lirih pun tiada sejengkal detak yang mampu berkata bicara.
Ataukah menyibak nuansa berkaca kaca tatapan tersiakan,
Gulali asam manisnya gulana yang terendapkan terkoyakkan

Tidak pula kiranya segala congkaknya kata yang terlontarkan,
Lepas telanjang pamerkan warna warni sombong tak tertepiskan,
Lalu dimana bermukimnya rangkaian kata penyejuk jiwa,
Karena sejujurnya manusia lebih bangga tuk di bohongi makna

lalu

lalu yg berlalu sepenggal kisah rindu,satu satu sembilu yg mngerak luluh pudar terpaku,
tak ada bayangmu yg melukis rindu di dekapan waktu sepanjang sepuluh tahun yg brlalu,karena rasa cintaku yg tiada salah namun sekedar keliru memilihmu

kini jiwa yg baru tlah memahat untaian rindu utk ku,mnghias cinta yg tak lagi bertabir seutas salah dan ragu,krn ku yakin dia mencintaiku,meski tak seluas samudra jiwa yg kubayangkan dulu,sekarang ku berlabuh di jiwa yg baru

lalu lalu masa yg lalu,
maafkan aku

Sutra yang Berdebu

Seutas carik sutra berajut benang merah kelabu,
Sisinya berenda manik manik bermotif bunga jatuh,
Terpasung berdebu di tepi daun jendela bernuansa lapuk,
Guratan compang camping benangnya menjulur beterbangan,
Seolah nyanyikan kejenuhan kenistaan di tepian sangkar jeruji jendela ragu

Mau ataukah malu malu,
Seekor laba laba mencoba merajut jaringnya dengan terpaksa,
Tidak jualah sepasang lebah enggan mendekat diantara lembar sutranya yg tlah usang,
Keanggunan masa lalu yang tersembunyikan karena termakan jaman,
Sisakan karma akan congkak kesombongan tatkala sutra dijadikan tahta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun