[caption id="attachment_319033" align="aligncenter" width="354" caption="Forkorus Yaboisembut, Presiden Negara Republik Federal Papua Barat (Sumber: https://www.engagemedia.org/)"][/caption]
Banyak orang berfikir bahwa Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan satu organisasi yang memperjuangkan ideology Papua Merdeka, ada sedikit kesalahan dari pemahaman tersebut menurut saya. OPM sebenarnya tidak layak disebut sebagai organisasi tapi lebih cocok disebut sebagai pemahaman, karena OPM sendiri terbagi-bagi menjadi banyak organisasi, entah itu yang masuk dalam Faksi Politik, ataupun Faksi Militer. Masing-masing organisasi memiliki pemimpin yang terputus dan memiliki jalan perjuangan, kalau tidak mau disebut kepentingan, yang begitu berbeda. Hal ini juga yang menjadi salah satu sebab ketidakberhasilan WPNCL (West Papua National Coalition For Liberation) pimpinan Andi Ayemiseba, untuk mengajukan aplikasi WPNCL menjadi anggota MSG (Malenesia Sphered Group) beberapa waktu lalu, walaupun sudah didukung habis-habisan oleh Vanuatu. WPNCL dianggap tidak mewakili orang-orang Papua secara keseluruhan.
Setelah ketidakberhasilan WPNCL dan sponsor utamanya, Vanuatu dalam pengajuan aplikasi tersebut, Pemerintah Vanuatu mencoba untuk menyatukan faksi-faksi OPM dengan menggelar acara rekonsiliasi di Vanuatu. Pastur Alain Nafuki diangkat sebagai ketua Komite yang bertugas mengorganisir Konferensi Faksi-faksi OPM di Port Villa, tanggal 27-30 bulan ini. Pemerintah Vanuatu akan mensponsori gerakan Papua merdeka dengan mengundang tiga faksi, yaitu WNPCL, NRFPB (Negara Republik Federal Papua Barat) dan KNPB (Komite Nasional Papua Barat). Walaupun pertemuan tersebut kemudian ditunda hingga Oktober 2014, timbul pertanyaan saya, bila KNPB bisa diasumsikan sebagai penggerak massa di Papua dan WPNCL sebagai organisasi yang dari awal mengusahakan lolosnya aplikasi tersebut, lalu, apa sebenarnya peran NRFPB? Kenapa NRFPB diundang oleh Vanuatu? Sebegitu besarkah peran dari NRFPB dalam perjuangan OPM?
NRFPB, From Zero
Kelahiran NRFPB berawal dari Kongres Rakyat Papua III yang diadakan 19 Oktober 2011 di Lapangan Sakeus, Jayapura yang dihadiri oleh sekitar 700 orang. Forkorus Yaboisembut, mengangkat dirinya sebagai presiden NRFPB, ia mengklaim bahwa ia didesak oleh rakyat Papua untuk menjadi presiden. Kemudian ia ditangkap oleh Polisi dengan tuduhan makar dan baru dibebaskan beberapa waktu lalu. Penangkapan Forkorus Yaboisembut dan beberapa koleganya yang ia masukan dalam kabinet NRFPB menyebabkan pergerakan NRFPB layu sebelum berkembang karena belum sempat melakukan kegiatan yang nyata sebagai organisasi yang mengklaim sebagai perwujudan suara rakyat Papua. Selain itu, beberapa manuver politik NRFPB, seringkali tidak didukung, bahkan dicela oleh faksi-faksi OPM lainnya, karena terindikasi penuh dengan kebohongan. Beberapanya adalah sebagai berikut:
- Forkorus pernah menyampaikan bahwa NRFPB telah diakui keberadaannya oleh Sekjen PBB dengan No Code R.R. 827 567 848 BE. KNPB langsung beraksi menanggapi klaim Forkorus tersebut, melalui Mecky Yeimo, Sekertaris I KNPB, mengatakan bahwa pernyataan Forkorus hanya penipuan atau merupakan pembohongan publik yang bertujuan untuk memutarbalikan sejarah Papua. “kami rakyat Papua kasih tau nomor surat yang sedang kamu kampanyekan itu bukan nomor daftar dari PBB, tetapi ini nomor surat tanda terima dari ILWP (International Lawyer Of West Papua) jadi stop sudah jangan tipu-tipu rakyat lagi.
- Elly Sirwa, yang menyatakan sebagai Staf Sekretariat Negara Federasi Republik Papua Barat (NRFPB) yang didampingi Sekretaris Dewan Adat Papua (DAP), Marthin Swabra, saat menggelar jumpa pers di Kantor DAP, Waena, sekitar April 2012 menyampaikan bahwa Forkorus Yaboisembut akan menerima penghargaan dari amnesti internasional sebagai pembela HAM (Human Rights Defender Award) di Aucland, New Zealand. Amnesti Internasional kemudian mengklarifikasi bahwa informasi tersebut tidaklah benar, bahkan Forkorus tidak masuk dalam nominasi sama sekali.
- Elias Ayakeding yang mengatasnamakan dirinya sebagai Kepala Kepolisian NFRPB melaksanakan konferensi pers tanggal 4 April 2014 di Cafe Angellose, Abepura-Papua-Indonesia, terkait persiapan penyelenggaraan Pemilu 2014. Dalam salah satu poin pernyataan Elias Ayakeding adalah ajakan KNPB untuk memboikot pemilu adalah salah satu isu yang bisa memprovokasi kedamaian di Papua, ia menghimbau rakyat Papua agar tidak terpengaruh oleh isu tersebut.
- Sebelum pembebasan presiden Forkorus Yaboisembut, Saul Gomay, mantan Tapol dan anggota TPN-PB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) menyampaikan bahwa NRFPB bukanlah pejuang Papua yang murni, NRFPB sudah dimasuki kepentingan-kepentingan pribadi petingginya. Hal tersebut juga dikuatkan oleh pernyataan Yusak Pekage, sekretaris jenderal Eks Tahanan Politik, yang menyampaikan bahwa NRFPB harus berhenti membohongi rakyat Papua dengan kata-kata bohong mereka.
NRFPB, To Hero
Hal-hal yang sa sampaikan di atas merupakan penggambaran bagaimana NRFPB sebagai salah satu faksi poltik OPM yang “zero”, tapi tiba-tiba organisasi ini menjadi “hero”, dengan menjadi salah satu dari 3 organisasi yang diundang pemerintah Vanuatu diantara belasan faksi politik lainnya. Bahkan PNWP (Parlemen Nasional West Papua) yang diketuai oleh mantan ketua KNPB, Buchtar Tabuni, tidak diundang sama sekali. Sedangkan FWPC (Free West Papua Champaign) yang dimotori Benny Wenda “hanya” dimasukan dalam organisasi sayap dari KNPB saja. Sebenarnya, apa “mantra” yang diucapkan petinggi NRFPB? Untuk keberhasilan NRFPB ini, sa angkat topi kepada beberapa aktivis NRFPB yang bisa mengangkat NRFPB dari “zero to hero”, beberapanya sebagai berikut:
- Jacob Rumbiak, tokoh WPNA (West Papua National Authority) dan juga menteri luar negeri NRFPB melakukan manuver politik yang cantik dengan melakukan pertemuan dengan Moana Carcasses Calosil, Mantan PM Vanuatu, kemudian mengatakan bahwa WPNCL bukan merupakan wakil dari rakyat Papua. Jacob menyampaikan bahwa NRFPB lah yang merupakan wakil sah rakyat Papua karena merupakan organisasi faksi politik satu-satunya yang didirikan berdasarkan keinginan rakyat Papua lewat Kongres Rakyat Papua III. Sedangkan organisasi lain seperti KNPB dan WPNCL, didirikan tidak berdasarkan keinginan rakyat Papua. Manuver ini, saya pikir menjadi poin penting meningkatnya sisi tawar NRFPB di luar negeri, dalam hal ini Vanuatu.
- Markus Haluk, walaupun bukan merupakan aktivis dalam struktur NRFPB, ia sering menyuarakan kepentingan Forkorus dan NRFPB, contohnya adalah ketika Forkorus mendukung kedatangan wakil-wakil negara anggota MSG ke Papua, pernyataan dukungan dibacakan oleh Markus Haluk. Posisi Markus Haluk sebagai aktivis lintas organisasi di Papua, membantu NRFPB diterima di lingkungan aktivis Papua lainnya. Ia merupakan aktivis HAM dan juga merupakan Sekjen AMPTI (Aliansi Mahasiswa Pegunungan Tengah Se-Indonesia) dan beberapa kali ikut dalam aksi unjuk rasa yang dimotori oleh KNPB. Kehadiran Markus Haluk di kubu NRFPB, sedikit banyak memulihkan posisi NRFPB di mata aktivis lainnya.
Penutup
Pertemuan di Vanuatu berencana membuat organisasi baru yang akan diwakili oleh ketiga faksi yang diundang, WPNCL, NRFPB dan KNPB. Terpilihnya NRFPB menjadi wakil adalah berkat kemampuan aktivis NRFPB untuk bermanuver diantara organisasi faksi politik OPM lainnya. Tertundanya pertemuan di Vanuatu, kemungkinan besar adalah buah dari manuver organisasi faksi-faksi politik OPM lainnya yang tidak diundang dalam pertemuan tersebut. Akan sulit bagi Vanuatu untuk mengakomidir kepentingan organisasi-organisasi ini yang memang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mampukah Vanuatu mengakomidir semua organisasi tersebut? Atau mungkin, maukah Vanuatu bersusah payah mengakomidir kepentingan-kepentingan tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H